Hakikat taubat menurut
arti bahasa adalah berasal dari kata taba
yang artinya kembali. Sedangkan menurut istilah adalah kembali dari sesuatu
yang dicela dalam syari’at menuju sesuatu yang dipuji dalam syari’at. Adapun
menurut ulama sufi ialah penyesalan diri terhadap segala perlaku jahat yang
telah dilakukannya.
Sesungguhnya setiap
saat, manusia berbuat dosa, baik kecil maupun besar, baik disadari atau tidak.
Dosa-dosa itu ibarat debu yang menempel pada mata hati. Apabila dibiarkan akan
menjadi kerap dan hati sama sekali tertutup. Sehingga, hati tertutup dari
kebenaran. Kalau sudah demikian, maka mata hati menjadi gelap. Pikiran-pikiran
kotor dan jahat memenuhinya setiap saat. Hati ibarat cermin. Jika tertutup
debu, maka tidak akan mampu menampakkan bayangan. Jika cermin bersih, bayangan
akan tampak jelas. Jika hati bersih, maka mata batin akan dapat menembus
keajaiban-keajaiban. Inilah yang disebut karomah.
Syarat seseorang bisa
menempuh jalan taubat ialah ia harus mengetahui dan menyadari tentang
berbahayanya dosa. Ia harus sadar bahwa dosa merupakan dinding penyekat antara
hamba dengan Allah. Sahl bin Abdillah At-Tasturi berkata, “Taubat adalah
menggantikan perbuatan-perbuatan tercela dengan perbuatan terpuji. Yang
demikian itu tidak akan sempurna kecuali jika ia menyendiri, diam, dan makan
makanan yang halal.”
Setiap hamba Allah
wajib bertaubat atas dosanya. Banyak dalil yang menerangkan betapa orang yang
mau bertaubat, ia akan beruntung.
”Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.” (QS. An-Nur : 31)
Dalam ayat lain
disebutkan:
”Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suci.
(QS.
Al-Baqarah : 222)
Ada tiga tingkatan
orang yang bertaubat:
1. Taubat kaum awwam, yaitu taubat dari kesalahan atau dari maksiat.
2. Taubat kaum muqarrabin, yaitu kembali dari jalan yang baik menuju ke jalan yang
lebih baik.
3. Taubatur-Rasul (taubatnya
para nabi), dimana taubatnya semata-mata karena kecintaan dan kepatuhannya
kepada Allah.
Taubat baru dapat
dianggap sebagai penghapus dosa jika memenuhi beberapa persyaratan, antara lain
sebagai berikut:
1. Menyesali perbuatan maksiat yang telah
dilakukan
2. Meninggalkan perbuatan maksiat tersebut.
3. Bertekad sepenuh hati untuk tidak
mengulangi perbuatan maksiat tersebut
4. Apabila maksiat tersebut ada kaitannya
terhadap sesama manusia, maka harus di tuntaskan dosa itu dengan meminta maaf
atau mengganti dan mengembalikan harta benda apabila dosa tersebut berkaitan dengan
harta benda.
Apabila taubat ini dilakukan
dengan sungguh-sungguh dan memenuhi syarat-syaratnya, maka seseorang akan
kembali menjadi fitrah, kembali menjadi suci sebagaimana ketika ia baru lahir.