Ontologi Pengetahuan Mistik

September 24, 2017 0

1. Hakikat Pengetahuan Mistik
Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional, ini pengertian yang umum. Adapun pengertian mistik dikaitkan dengan agama ialah pengetahuan ajaran atau keyakinan tentang Tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio (A.S. Hornby, A Leaner’s Dictionary of Current English, 1957 : 828).

Di dalam Islam, yang termasuk pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang di peroleh melalui jalan tasawuf atau pengetahuan mistik yang memang tidak di peroleh melalui indera atau jalan rasio. Pengetahuan mistik juga disebut pengetahuan yang supra-rasional tetapi kadang-kadang memiliki bukti empiris.

Pengetahuan mistik juga sering disebut dengan pengetahuan metafisika yang artinya cabang filsafat yang membicarakan hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata. Metafisika itu sendiri berasal dari kata ‘meta’ dan ‘fisika’. Meta berarti ‘sesudah’, ‘selain’, atau ‘di balik’. Fisika yang berarti ‘nyata’, atau ‘alam fisik’. Dengan kata lain, metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata.

Berdasarkan arti tersebut mistik sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme, merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama bagi penganutnya.

Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat  mendasar yang berada di luar pengalaman manusia. Ditinjau dari segi filsafat secara menyeluruh Metafisika (Mistik) adalah ilmu yang memikirkan hakikat di balik alam nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindra.

Metafisika mengkaji segala sesuatu secara komprehensif. Menurut Asmoro Achmadi (2005;14), metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat “keluarbiasaan” (beyond nature), yang berada di luar pengalaman manusia (immediate experience). Menurut Ahmadi, metafisika mengkaji sesuatu yang berada di luar hal-hal yang berlaku pada umumnya (keluarbiasaan), atau hal-hal yang tidak alami, serta hal-hal yang berada di luar kebiasaan atau diluar pengalaman manusia.

Aristoteles menyinggung masalah metafisika dalam karyanya tentang ‘filsafat pertama’, yang berisi hal-hal yang bersifat ghaib. Menurutnya, ilmu metafisika termasuk cabang filsafat teoretis yang membahas masalah hakikat segala sesuatu, sehingga ilmu metafisika menjadi inti filsafat.

2. Struktur Pengetahuan Mistik
Dilihat dari sifatnya kita membagi mistik menjadi dua bagian yaitu mistik biasa dan misitk magis. Mistik-biasa ialah mistik tanpa kekuatan tertentu. Dalam Islam mistik yang ini ialah tasawuf. Mistik magis ialah mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya untuk mencapai tujuan tertentu. Mistik magis dibagi dua macam, yaitu mistik magis putih dan mistik magis hitam. Contoh magis putih di dalam Islam seperti mukjizat, karomah ilmu hikmah. Sedangkan contoh magis hitam seperti santet, dan sejenisnya yang menginduk ke sihir. Magis hitam berasal dari luar agama.

Perbedaan mendasar ada pada segi filsafatnya. Magis putih selalu dekat dan berhubungan dan bersandar pada Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat mendukung. Hal ini berjalan sejak zaman kenabian, pada pemilik magis putih selain Nabi disebut karamah. Kekuatan supranatural pada Nabi ada juga yang ditunjukan melalui benda seperti mukjizat Nabi Musa. Dalam benda seperti itu telah terdapat kekuatan Ilahiah (Ibn Khaldun, Muqaddimah, 1986 : 690).

Magis hitam selalu dekat, bersandar dan bergantung pada kekuatan setan dan roh jahat. Menurut Ibn Khaldun (1986 : 684) mereka memiliki kekuatan di atas rata-rata manusia, kekuatan mereka itu memungkinkan mereka mampu melihat hal-hal gaib, karena adanya dukungan setan atau roh jahat tadi. Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :

Pertama, mereka yang memiliki kemampuan atau pengaruh melalui kekuatan mental atau himmah. Itu disebabkan jiwa mereka telah menyatu dengan jiwa setan atau roh jahat. Para filsuf menyebut mereka ini sebagai ahli sihir dan kekuatan mereka luar biasa.

Kedua, mereka yang melakukan pengaruh magisnya dengan menggunakan watak benda-benda atau elemen-elemen yang ada didalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada dibumi. Inilah yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan dalam bentuk benda-benda material atau rajah.

Ketiga, mereka yang mekakukan pengaruh magisnya melalui kekuatan imajinasi sehingga menimbulkan berbagai fantasi pada orang yang dipengaruhi. Kelompok ini disebut kelompok pesulap (sya’badzah).

Pendidikan Kemasyarakatan (Tarbiyah Ijtima’iiyah) dalam Al-Quran

September 12, 2017 0

Tarbiyah ijtima’iiyah ini adalah membimbing manusia agar mampu melaksanakan kehidupan sosial kemasyarakatan yang harmonis. Antara lain berupa:

1. Kepemimpinan
Allah mengajarkan kepada manusia supaya taat kepada pemimpin. Pemimpin tertinggi adalah Allah kemudian Rasul kemudian manusia, misalnya orang tua, suami, presiden, direktur, ketua, guru, pengurus dan sebagainya. Pemimpin juga dapat berarti atau instansi, seperti DPR, MPR, MA dan sebagainya, yang diserahi mengatur urusan umat. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Nisa’ ayat 59 berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan yangmempunyai urusan (ulil amri) di antara kalian, kemudian jika kalian berlawanan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnah).
Dalam ketaatan kepada pemimipin ini tidak mutlak, tetapi ada batasnya. Batas tersebut adalah aturan atau hukum Allah dan Rasulnya, dalam arti jika pemimpin tersebut bertentangan dengan aturan atau hukum Allah, maka tidak boleh ditaati. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Luqman ayat 15 berikut ini:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا 

Artinya: Dan jika keduanya (orang tua) memksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kau tidak tahu tentang itu, maka janganlah kau taati mereka.

2. Munakahat (pernikahan)
Munakahat atau pernikahan juga diajarkan oleh Allah dalam al-Qur’an, dengan tujuan untuk melestarikan kehidupan manusia dan menjaga kemuliaan dan kehormatan derajat manusia serta menyempurnakan kebahagiaan hidup manusia. Materi tersebut antara lain disebutkan di dalam QS. al-Rum ayat 21 dan QS. al-Nisa’ ayat 3 tentang pernikahan, QS. al-Baqarah ayat 133 tentang persusuan, QS. al-Nisa’ ayat 34 tentang hak dan kewajiban suami isteri, QS. al-Baqarah ayat 226 tentang sumpah ila’ (sumpah tidak mengumpuli isteri), QS. al- Baqarah ayat 227-232, 236-237 tentang perceraian dan masa ‘iddah-nya, demikian juga dengan QS. al-Thalaq ayat 4.

Kemudian QS. al-Baqarah ayat 234 dan 240 tentang cerai mati, QS. al-Nisa’ ayat 11-14 tentang pembagian harta waris yang telah diatur secara rinci oleh Allah dalam ayat tersebut, mengingat manusia sifatnya sangat mencintai harta, agar tidak terjadi persengketaan, saling menuntut sampai ke pengadilah atau bahkan saling membunuh. Hal ini tersirat dalam QS. al-Baqarah ayat 188 tentang larangan memakan harta dengan cara salah (bathil) sampai mengajukannya ke pengadilan agar mampu memiliki atau memakan harta orang lain dengan cara dosa atau menghalalkan segala cara.

3. Kesetaraan Gender
Allah yang bersifat Maha Adil, telah menciptakan segala makhluq-Nya dengan penuh keadilan juga, termasuk penciptaan lelaki dan perempuan. Antara lain dalam QS. al-Taubah ayat 71 yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang lelaki atau perempuan, berarti tergantung kemampuan dan kecakapan dalam kepemimpinannya.

Kemudian dalam QS. al-Ahzab ayat 35 juga dijelaskan tentang keadilan gender ini yaitu bahwa orang Islam lelaki dan perempuan, orang beriman lelaki dan perempuan memiliki derajat yang sama di hadapan Allah dalam pahala mereka. Demikian juga dalam QS. al-Hujurat ayat 13 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari jenis lelaki dan perempuan untuk saling mengenal. Dalam komunikasi saling mengenal ini berarti punya derajat yang sama. Dikuatkan lagi dalam pernyataan berikutnya dalam ayat ini bahwa orang yang paling mulia di hadapan Allah adalah orang yang paling bertakwa. Hal ini menunjukkan bahwa lelaki dan perempuan memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk menjadi orang yang paling bertakwa di sisi Allah.

Jika dalam pembagian waris sesuai dengan QS. al-Nisa’ ayat 11 bahwa perempuan mendapat bagian 1 : 2 dengan lelaki, ini juga cukup adil, karena Allah memberi kewajiban memberikan nafkah dalam keluarga kepada suami (QS. al-Nisa’ ayat 34), sehingga dua bagian tersebut habis untuk menafkahi keluarga, termasuk isteri juga mendapatkan hak nafkah tersebut. Sedangkan bagian isteri yang hanya satu bagian ini, tidak diberi kewajiban apapun oleh Allah kecuali untuk isteri itu sendiri atau disedekahkan untuk keluarga, itu haknya isteri (perempuan). Di samping itu, suaminya nanti juga memperoleh dua bagian dari harta waris keluarganya yang mana isteri juga ikut memiliki (harta bersama).

4. Hubungan Sosial
Allah mengajarkan juga tentang hubungan sosial di masyarakat agar kehidupan di masyarakat berjalan tenang, tenteram dan harmonis. Materi tersebut antara lain disebutkan di dalam surat QS. Ali Imran ayat 134 yang menerangkan agar manusia suka menafkahkan hartanya kepada sesama, mampu menahan marah dan memaafkan kesalahan manusia. Sedangkan QS. al-Hujurat ayat 10 menetapkan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara, larangan saling menghina, mencela, memanggil dengan julukan yang buruk, memerintahkan untuk menjauhi buruk sangka, mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjing. Dalam QS. al-‘Ashr ayat 3 dijelaskan supaya manusia saling berpesan melakukan kebenaran dan kesabaran. Sedangkan QS. al-Mu’minun ayat 8 menjelaskan tentang memelihara amanat atau tanggung jawab dan juga menepati janji.

5. Jinayat (pidana)
Di dalam jinayat ini Allah mengajarkan kepada manusia tentang hukuman terhadap pelanggaran aturan Allah yang meliputi qishash (hukuman balasan setimpal), hudud atau batasan-batasan hukuman, misalnya cambutk sebanyak 100 kali, potong tangan serta ta’zir (hukuman agar jera). Materi ini tercantum dalam QS. al-Baqarah ayat 178 tentang hukuman qishash, QS. al-Nur ayat 2 tentang hukuman bagi laki-laki dan perempuan yang melakukan perbuatan zina, QS. al-Maidah ayat 38 yang menjelaskan tentang hukuman potong tangan bagi pencuri, QS. al-Maidah ayat 33 yang menerangkan tentang hukuman bagi orang yang memerangi Allah dan Rasulnya, yaitu dibunuh atau disalib atau dipotong tangan mereka dan kaki mereka secara silang atau diasingkan dari bumi (dipenjara).

Wallahu a’lam bish-shawabi...

TOEFL Structure Skill 4: Hati-Hati dengan Present Participle

September 12, 2017 0

Present participle adalah bentuk -ing dari kata kerja (Verb), misal talking, playing, dan lain-lain. Present participle bukanlah verb, tetapi kata sifat. Dalam kalimat, berhati-hati dengan keberadaan present participle karena bisa membingungkan kita dalam mencari verb yang sebenarnya. Present participle menjadi bagian dari verb bila di dahului oleh “tobe”.

Perhatikan dua Fungsi Present Participle dibawah ini.
1. Berfungsi sebagai Verb (Kata Kerja).
Present Participle berfungsi sebagai verb ketika verb-ing ditemani oleh to be. Dalam kasus ini, kalimat akan sama seperti continuous tense.

Contoh Present Participle yang berfungsi sebagai verb sebenarnya: The man is talking to his friend.

Kata 'talking' dalam kalimat ini bukan present participle yang berfungsi sebagai adjective, melainkan verb yang sebenarnya karena didahului oleh tobe 'is'.

2. Berfungsi sebagai Adjective (kata sifat).
Present participle berfungsi sebagai adjective atau kata sifat ketika hanya verb-ing saja yang muncul, tanpa ada to be di depan verb-ing ini.

Contoh Present Participle yang berfungsi sebagai kata sifat: The man talking to his friends has a beard.

Kata 'talking' dalam kalimat ini adalah present participle yang berfungsi sebagai kata sifat karena tidak ada tobe yang mendahului, hanya verb-ing: talking saja. Dalam kalimat ini, the man merupakan subject, talking adalah present participle, dan has berfungsi sebagai verb.

Contoh soal:
The child …………….. playing in the yard is my son.
(A) now
(B) is
(C) he
(D) was

Kata 'the child' adalah subject dalam kalimat ini. Terdapat kata playing dan tobe 'is'. Artinya, is adalah predikat dalam kalimat ini atau yang berfungsi menggantikan verb. Jadi, kalimat ini sudah memiliki subject dan verb, lengkap. Berarti pilihan yang ada subject dan verb bukan jawaban, seperti di (B), (C), dan (D).

Jawaban yang benar adalah (A) Now. Kalimat ini hanya membutuhkan pelengkap yang bukan subject dan verb. Kata Playing dalam kalimat ini merupakan present participle, tidak ada tobe di depannya.

Kunci dari permasalahan ini adalah dengan Present Participle tersebut apakah Berfungsi sebagai Verb (Kata Kerja) ataukah Berfungsi sebagai Adjective (kata sifat).

Semoga Bermanfaat...

Pengertian dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Al-Asma Al-Husna: Al-Hasib

September 09, 2017 0

1. Pengertian al-Hasib
Al-Hasib secara etimologi berasal dari kata hasiba dengan tiga huruf Arab ha, sin dan ba. Setidaknya terdapat empat kata dalam bahasa Arab, yaitu menghitung, mencukupkan, bantal kecil dan penyakit yang menimpa kulit shingga kulit menjadi putih. Hanya saja makna ketiga dan keempat dari kata al-Hasib tidak mungkin dilekatkan kepada Allah Swt. Dalam al Quran kata al-Hasib disebutkan empat kali. Tiga terkait dengan Allah Swt dan satu terkait dengan manusia. Dua ayat yang terkait dengan Allah Swt dapat diartikan dengan Dzat yang memberi kecukupan. Di antaranya terdapat dalam firman Allah Swt:

وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا 

“Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan”(QS. Al- Ahzab[33]:39)

Imam al-Ghazali mengartikan al-Hasib dengan Dia yang mencukupi siapa saja yang mengandalkan diriNya. Sifat ini hanya milik Allah karena tidak ada satu makhlukpun di dunia ini yang dapat mencukupi kebutuhan orang lain. Menurut al-Ghazali rezeki yang diberikan oleh Allah Swt kepada bayi sesungguhnya karena Al-Hasibnya Allah Swt. Allahlah yang mencukupi kebutuhan bayi dengan menciptakan ibu yang menyusui, air susunya dan instink serta keinginan untuk menyusui.

Al-Hasib dapat diartikan juga dengan menghitung. Jika kata Al-Hasib dikaitkan dengan makna menghitung, maka Allah adalah Dzat yang melakukan perhitungan, baik menghitung amal baik dan buruk seorang manusia dengan cermat dan teliti sehingga tidak ada yang terleps sedikitpun. Terkadang kata al-Hasib juga dapat diartikan sebagai pemberi perhitungan.

2. Meneladani Allah dengan sifat al-Hasib
a. Tenang dan tentram bersama dengan Allah Swt.
Seseorang yang memaknai al-Hasib sebagai Dzat yang memberi kecukupan, maka ia akan nyaman dan tentram. Ia tidak akan terganggu oleh bujuk rayu setan lalu menjadi sekutunya dan ia tidak akan sedih saat harus kehilangan sesuatu, baik berupa materi atau kesmpatan karena ia yakin dirinya sudah merasa cukup dengan adanya Allah Swt. Allah Swt berfirman:

وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ 

“Dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung”.(QS. Ali Imran[3]:173)

b. Melakukan amal shalih semata-mata karena Allah.
Seseorang yang memaknai al-Hasib dengan makna perhitungan, maka ia akan meyakini sesungguhnya Allah Swt akan menghitung amal shalih setiap manusia. Bagi yang meneladaninya, maka terlebih dahulu ia akan sepenuhnya menyadari bahwa hanya Allah Swt yang memberinya kecukupan. Dengan demikian segala yang ia lakukan ditujukan semata-mata karena Allah Swt. Selain itu segala kehendak yang ia lakukan pasti harus sesuai dengan kehendakNya. Hal ini dilakukan karena ia yakin Allah Swt telah mencukupkan kebutuhannya.

c. Melakukan introspeksi diri secara terus-menerus
Seandainya makna al-Hasib diartikan sebagai Dzat yang memberi perhitungan, maka yang meneladaninya sudah pasti akan senantiasa melakukan introspeksi diri. Hal tersebut dilakukan karena ia menyadari sepenuhnya kelak Allah Swt akan melakukan perhitungan terhadap dirinya dengan amat cermat dan teliti. Selain itu, dalam hal apapun yang diminta atas dasar kewajiban agama seperti menunaikan zakat mal misalnya, maka ia akan segera menghitung hartanya dengan cermat dan penuh ketelitian sehingga tidak ada yang keliru.

Wallahu a’lam bish-shawabi...

Mengenal Isim dengan Ciri-Cirinya

September 08, 2017 0

Isim secara bahasa memiliki arti “yang dinamakan” atau “nama” atau “kata benda”. Sedangkan menurut ulama nahwu, isim adalah kata yang menunjukkan suatu makna yang ada pada zatnya akan tetapi tidak berkaitan dengan waktu.

Isim terbagi dalam beberapa jenis yang bisa dikelompokkan sesuai dengan kelompoknya. Misalnya isim berdasarkan jenis, jumlah, bentuk, dan sebagainya. Karena isim banyak sekali, maka kita tidak membahasnya secara lengkap di sini.

Beberapa contoh kata yang termasuk jenis isim:
  • زَيْدٌ artinya Zaid (isim ‘alam: nama orang)
  • هَذَا artinya ini (isim isyarah: kata tunjuk)َ
  • أَنَا artinya saya (isim dhamir: kata ganti) dan contoh-contoh yang lain.

Perlu diperhatikan pula bahwa sebagian ciri-ciri isim adalah:
  • Dilekati alif lam: الكِتَابُ ، القُرْاَنُ 
  • Bertanwin: قَلَمٌ ، بَابٌ 
  • Bertemu dengan huruf jar: بِسْمِ ، فِيْ صُدُوْرِ

Ketika sebuah kata memiliki ciri-ciri seperti di atas maka kata tersebut termasuk jenis isim. Huruf-huruf jar selengkapnya akan dibahas di pembahasan berikutnya.

Semoga Bermanfaat...

Asking Questions - Wh + H Questions

September 02, 2017 0

Wh + H disini merujuk pada: where, when, why, who, whom, what, which, whose, how. Pertanyaan yang diawali Wh + H ini adalah pertanyaan yang memerlukan “penjelasan” lebih panjang dari yes/no questions. 

Perhatikan dengan baik pola membuat kalimat dengan Wh + H:

Wh + to be/ auxiliary verb + subject + rest of sentence

Contoh menggunakan to be:
Where is she?
Who are they?
Why are you angry with me?
How was your meeting yesterday?

Lihat, pola setelah kata Wh atau H diikuti dengan to be lalu subject, kemudian bisa lanjutkan dengan bagian kalimat yang lain bila klaimatnya panjang.

Contoh menggunakan auxiliary verb:
How did you go to school last week?
Where do they live?
Where does he live?
Why did you drop the course?

Lihat, pola setelah Wh atau H diikuti dengan auxiliary verb lalu subject, kemudian dilanjutkan dengan dengan bagian kalimat lain bila kalimatnya panjang. Khusus untuk kata who dan what, ada waktunya tidak dibutuhkan subject, tetapi langsung verb, biasanya dalam simple past. Contoh:

Who came to dinner?
What happened yesterday?

Pada dua kalimat ini, subjectnya sama dengan yang ditanyakan who atau what, jadi tidak perlu ada subject lagi atau auxiliary verb.

Bagaimana menjawab pertanyaan yang diawali dengan Wh dan H? 
Pertama, bila bentuk pertanyaannya sederhana, seperti where do you live? Who are they? Atau semacamnya. Jawab dengan mengambil subjectnya dahulu, menjadi I live …… dan They are ….. Bisa juga dijawab langsung, missal pertanyaannya: who is she? My friend. Dan seterusnya.