Jika kamu memiliki daftar
keinginan, percayalah, daftar itu hanya akan menjadi catatan belaka,
ketika hatimu tidak memutuskan untuk segera bergerak alias beraksi.
No action, no results begitu kira-kira hukumnya.
Jadi, tidak berlebihan jika ada pepatah tua mengatakan, “Action speaks louder than words” (Tindakan lebih dahsyat daripada kata-kata).
Dan, dalam Islam kita kenal istilah amanu wa ‘amilush sholihah. Artinya, Muslim itu tak cukup dikatakan beriman jika amalnya tidak merepresentasikannya.
Jamil Azzaini dalam tulisannya berjudul ”Take Action”
menulis, “Satu aksi yang kita lakukan itu jauh lebih baik dibandingkan
dengan seribu diskusi tanpa aksi. Satu aksi pertama atau take action
akan mengundang berbagai kebaikan datang. Sesuatu yang semula jauh akan
datang mendekat. Sesuatu yang pada awalnya tidak terlihat tiba-tiba
muncul dan tampak sangat jelas di depan mata.”
Hebatnya, Allah Subhanahu Wata’ala dan
Rasul-Nya tidak menilai manusia berdasarkan pada hasil, tetapi
kemauannya beraksi atau bekerja.
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ
عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ
الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS. Al-Taubah [9] : 105)
Artinya, Islam mengajarkan umatnya untuk
senantiasa beramal alias beraksi. Karena tanpa aksi, semua ide yang
bermanfaatpun hanya akan jadi teori bahkan ilusi. Nah, inilah saatnya
kita berpikir untuk bagaimana dengan sesegera mungkin mengamalkan apa
saja yang semestinya kita lakukan sebagai washilah meraih kesuksesan.
Akan tetapi, agar aksi yang kita lakukan
dalam upaya mewujudkan impian bisa bertahan hingga batas akhirnya, maka
diperlukan cara-cara yang tepat. Dan, dua di antaranya akan kita bahas
bersama.
Pertama, persistence
(ketekunan). Para ahli kepribadian berkesimpulan bahwa, beda orang
sukses dengan tidak sukses hanya ada pada kemampuannya untuk consistent and persistent action.
Orang-orang yang berhasil adalah mereka
yang memiliki kemauan tinggi dalam beraksi, mau melakukan kerja nyata
secara terus menerus dan konsisten. Sedangkan mereka yang tidak sukses
adalah orang yang menyerah atau putus asa.
Dalam bahasa Darmadi Darmawangsa, “Persistence
adalah kemampuan untuk terus menjaga momentum dari tindakan awal tanpa
dipengaruhi oleh perasaan emosional kita, bahkan kegigihan dapat
mengalahkan perasaan ingin menyerah.”
Pantas jika ada kata bijak mengatakan
bahwa semua orang bisa sukses dengan ilmu, bakat dan keterampilan.
Tetapi, semua itu tidak akan pernah bisa melampaui catatan hebat mereka
yang memiliki ketekunan tingkat tinggi.
Dan, seorang Muslim sudah semestinya memiliki ketekunan tingkat tinggi, terutama pada apa yang menjadi passion dalam hidupnya yang nota bene bisa mengangkat harkat dan derajat diri dan keluarga serta umat Islam sekaligus.
Persistence (ketekunan) tingkat tinggi ini
bisa kita lihat dari bagaimana perjuangan Imam Syafi’I dalam belajar.
Tidak memiliki buku, pena dan alat-alat standar yang dibutuhkan dalam
menuntut ilmu. Beliau tidak patah arang.
Beliau tetap menimba ilmu meski harus telaten
menulis di atas tulang-tulang dan pelepah daun kurma. Hasilnya, wow
banget, beliau tampil sebagai sosok ulama yang karya-karyanya tetap
bermanfaat hingga kini bahkan sampai akhir zaman. Jadi, milikilah
ketekunan dalam amal, meski itu amalan yang kita anggap kecil.
Kedua, komitmen. Kata ini mungkin sangat sering kita dengar. Namun, benarkah kita telah benar-benar memahami dan mengamalkannya?
Secara sederhana, komitmen dapat diartikan
sebagai kemauan untuk melakukan apa saja untuk mencapai tujuan.
Andaikata ada 20 kesulitan yang menghadang untuk tercapainya suatu
tujuan, orang yang punya komitmen akan berusaha mengatasi
kesulitan-kesulitan itu.
Seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alayhi Wasallam kala diminta pembesar Quraisy menghentikan
dakwahnya. “Sekiranya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku
dan rembulan di tangan kiriku, demi Allah aku tidak akan meninggalkan
risalah ini sampai aku menang atau binasa karenanya.”
Komitmen tersebut menjadi mesin penggerak
luar biasa dalam hari-hari Nabi Muhammad dalam menjalankan misi dakwah.
Bahkan, ketika Islam telah menjadi peradaban di Madinah, beliau juga
tidak berhenti. Para pembesar di zaman itu pun beliau ajak untuk masuk
Islam, yaitu Romawi dan Persia. Dan, apa yang terjadi, misi dakwah
terwujud hingga kini. Islam hadir di seluruh pelosok negeri. Itulah
komitmen.
Oleh karena itu, jika kita memiliki impian
atau bahkan daftar impian, maka segeralah mengambil keputusan untuk
mewujudkannya. Setelah itu, bangunlah ketekunan dan komitmen. Insya
Allah kita akan tergolong hamba-Nya yang beramal yang tentu akan sangat
membantu kita lebih baik, termasuk kala kelak menghadap Allah Ta’ala di
hari kiamat.
So, yuk take action sekarang juga! Wallahu a’lam.