Sejarah Perkembangan Sains pada Zaman Renaissance

Disember 21, 2017 0

Zaman ini berlangsung pada awal abad 14 M  sampai dengan abad 17 M. Renaissance sering diartikan dengan kebangkitan, peralihan, atau lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkan kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir, dan jauh dari ajaran-ajaran agama.

Tokoh-tokoh ilmuwan yang berpengaruh di masa ini ialah sebagai berikut:
a. Nicolaus Capernicus (1473 M – 1543 M)
Adalah seorang astronom, matematikawan, dan ekonom yang berkebangsaan Polandia. Ia mengembangkan Teori Heliosentris (Tata Surya berpusat di matahari).

b. Galileo Galilei (1564 M – 1642 M)
Adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran  besar dalam revolusi ilmiah. Sumbangannya dalam keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop (dengan 32 x pembesaran) dan berbagai observasi astronomi. Dia adalah orang pertama yang melukiskan tata surya seperti yang kita kenal sekarang.

c. Tycho Brahe (1546 M – 1601 M)
Adalah seorang bangsawan Denmark yang terkenal sebagai astronom/astrolog  dan alkimiawan. Tycho adalah astronom pengamat paling menonjol di zaman pra teleskop. Akurasi pengamatannya  pada posisi bintang dan planet tak tertandingi pada masa itu.

d. Johannes Kepler (1571 M – 1630 M)
Adalah astronom Jerman,  matematikawan dan astrolog. Ia paling dikenal melalui hukum gerakan planetnya. Kepler juga ahli optik dan astronomi. Penjelasannya tentang pembiasan  cahaya tertuang dalam buku  "supplement to witelo", "expounding the optical part of astronomy’". Ia orang pertama yang menjelaskan cara kerja mata.

e. Fancies Bacon (1561 M – 1626 M)
Adalah seorang filsuf, negarawan dan penulis Inggris. Karya-karyanya antar lain membangun dan mempopulerkan metodologi induksi untuk penelitian ilmiah, sering kali disebut metode Baconian.

f. Andreas Vesalius (114b M – 1564 M)
Adalah ahli anatomi. Ia memperkenalkan tentang anatomi tubuh manusia. Ia juga menulis sebuah teks mengenai tumbuhan obat.

Sejarah Perkembangan Sains pada Zaman Arab (Pertengahan)

Disember 19, 2017 0

Zaman ini masih berhubungan dengan zaman sebelumnya. Karena awal mula zaman ini pada abad 6 M sampai sekitar abad 14 M, maka tampilah para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Segala aktivitas keilmuan harus berdasarkan atau mendukung agama. Dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait erat dengan aktivitas keagamaan.

Ketika bangsa Eropa mengalami kegelapan, kebangkitan justru milik Islam. Hal ini dimulai dari lahirnya Nabi Muhammad SAW pada abad ke 6 M. Perluasan wilayah, pembinaan hukum serta penerjemahan filsafat Yunani, dan kemajuan ilmu pengetahuan pada abad ke 7 M sampai abad ke 12 M. Pada masa ini islam mendapat masa keemasannya (golden age). Selain itu, pada abad ini terjadi abad perkembangan kebudayaan di Asia Selatan dan Timur, seperti ajaran Lao Tse (menjaga keharmonisan dengan alam) dan Confucius (konsep kode etik luhur mengatur akal sehat).

Sepanjang Eropa mengalami masa kegelapan, di sebelah selatan Laut Tengah berkembang kerajaan bangsa Arab yang di pengaruhi oleh budaya Islam. Dengan berkembanganya pengaruh  Islam, maka semakin banyak pula tokoh-tokoh ilmuwan yang berperan dalam perkembangan ilmu. Mereka adalah sebagai berikut:

a. Al-Farabi (870 M-950 M)
Adalah seorang komentator filsafat  Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Kontribusinya terletak di berbagai bidang matematika, filsafat, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah membuat berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, kitab Al-Musiqa. Selain itu, karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (kota atau negara utama)  yang membahas tentang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara razim yang paling baik menurut pemahaman dengan hukum ilahian Islam.

b. Al-Khawarizmi (780 M-850 M)
Hasil pemikirannya berdampak besar pada matematika, yang terangkum dalam buku pertamanya, Al-Jabar, selain itu karyanya adalah Al-Kitab Al-Mukhtasar  fi Hisab Al-Jabr  wa’al-muqalaba (buku rangkuman untuk kulturasi dengan melengkapkan dan menyeimbangkan), kitab surat Al-Ard (pemandangan bumi). Karyanya tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Strassberg, Jerman.

c. Al-Kindi (801 M-873 M)
Bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Al-Kindi menuliskan banyak karya dalam bidang goemetri, astronomi, aritmatika, musik (yang dibangunya dari berbagai prinsip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.

d. Al-Ghazali (1058 M-111 M)
Adalah seorang filsuf dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat. Karya beliau berupa kitab-kitab, antara lain kitab Al-Munqidih min Adh-Dalal, Al-Risalah  Al-Quadsiyyah, dan Mizan Al-Amal.

e. Ibnu Sina (980 M-1037 M)
Ia di kenal sebagai A Vicenna di dunia barat.  Ia adalah seorang  filsuf, ilmuwan, dan juga dokter. Bagi banyak orang beliau adalah bapak pengobatan modern dan masih banyak lagi sebutan baginya yang berkaitan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.

f. Ibnu Rusyd (1226 M-1198 M)
Dalam bahasa latin di sebut dengan Averroes, dan dia adalah filsuf dari spanyol (Andalusia). Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fiqih dalam bentuk karangan, ulasan, essai, dan resume.

g. Ibnu Khaldun (1332 M-1406 M)
Adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi,  sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah ( pendahuluan ).

h. Jabir Ibnu Hayyan atau Gebert (721 M-815 M) 
Dia adalah seorang tokoh islam yang mempelajari dan mengembangkan ilmu kimia.

i. Al-Razi (856 M-925 M) 
yang dikenal dengan nama Razes. Seorang dokter  klinis ynag terbesar pada masa itu dan pernah mengadakan suatu penelitian  Al-Kimi atau lebih dikenal dengan sebutan ilmu kimia. Beliau mengarang Ensiklopedia ilmu kedokteran yang berjudul Contenens.

j. Ibnu Haitam 
Dikenal dalam kalangan cerdik pandai di barat, dengan  nama Alhazen, Dia adalah seorang ilmuwan islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop dan teleskop.

k. Al-Battani (850 M-929 M) 
Memberikan kontribusi untuk astronomi dan matematika. Dalam astronomi, Al-Battani juga meningkatkan ketepatan pengukuran presesi sumbu bumi.

l. Dalam bidang fiqih ada Imam Hanafi (699 M-767 M)Imam Malik (712 M-798 M), Imam Syafi’i (767 M-820 M) dan Imam Hanbali (780 M-855 M), yang besar dengan kitabnya masing-masing.

m. Dalam bidang sosial, terdapat nama Yaqut bin Abdullah al Hamawi (1179 M-1229 M), yang mengarang kitab Mu’jam Al-Buldan (kamus negara). Ibnu  Yunis, Umar Al-Khayyam, Will Durant, Feilding H. Gorrison, dan Abu Rayhan Al-Biruni, di bidang sains dan antropologi.

n. Shen Kou (1031 M-1095 M)
sorang ilmuwan cina yang pertama kali menggambarkan  magnet jarum-kompas yang digunakan untuk navigasi.

o. Su Song (1020 M-1101 M) 
Juga seorang astronom yang menciptakan langit bintang pada Atlas.

p. Jamal Al-Din 
Mendirikan observatorium Ikhtiar Al-Din yang merancang  pembangunan istana raja di laut utara.

Sejarah Perkembangan Sains pada Zaman Yunani Kuno

Disember 18, 2017 0

Pada zaman ini manusia menggunakan sikap "aninquiring attitude" (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap  "receptive attitude mind" (sikap menerima segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya (Zaman Hellenisme) di bawah pimpinan Iskandar Agung (356-323 SM) dari Macedonia, yang merupakan salah seorang murid Aristoteles. Pada abad ke 0 M, perkembangan ilmu mulai mendapat hambatan. Hal ini disebabkan oleh lahirnya Kristen. Pada abad pertama sampai abad ke 2 M mulai ada pembagian wilayah perkembangan ilmu. Wilayah pertama berpusat di Athena, yang difokuskan dibidang kemampuan intelektual. Sedangkan wilayah kedua berpusat di Alexandria, yang fokus pada bidang empiris. Setelah Alexandria di kuasai oleh Roma yang tertarik dengan hal-hal abstrak, pada abad ke 4 dan ke 5 M ilmu pengetahuan benar-benar beku. Hal ini disebabkan oleh tiga pokok penting:

a. Penguasa Roma yang menekan kebebasan berfikir.
b. Ajaran Kristen tidak disangkal.
c. Kerjasama gereja dan penguasa sebagai otoritas kebenaran.

Walaupun begitu, pada abad ke 2 M sempat ada Galen (bidang kedokteran) dan tokoh aljabar, Poppus dan Diopanthus yang berperan dalam perkembangan pengetahuan. Pada zaman ini banyak bermunculan ilmuwan terkemuka. Ada beberapa nama yang popular pada masa ini, yaitu:
 
a. Thales (624-545 SM) dari Melitas, adalah filsuf pertama sebelum masa Socrates. Menurutnya zat utama yang menjadi dasar segala materi adalah air. Pada  masanya, ia menjadi filsuf yang mempertanyakan isi dasar alam.

b. Pythagoras (582-496 SM) adalah seorang filusuf yang juga seorang ahli ukur namun lebih dikenal dengan penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik. Beliau juga di kenal sebagai "Bapak Bilangan", dan salah satu peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah "Teorema Pythagoras". Selain itu, dalam ilmu ukur dan aritmatika ia berhasil menyumbang teori tentang bilangan, pembentukan benda, dan menemukan antara nada dengan panjang dawai.

c. Socrates (470-399 SM) adalah filsuf dari Athena. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istemewa selaku filsuf yang jujur dan berani. Socrates menciptakan metode ilmu kebidanan yang dikenal dengan "Maicutika Telenhe", yaitu suatu metode dialektiva untuk  melahirkan kebenaran.

d. Democritus, dikenal sebagai "bapak atom" pertama yang memperkenalkan konsep atom, bahwa alam semesta ini sesungguhnya terdiri atas atom-atom. Atom adalah materi terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi.

e. Plato (427-347 SM) adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles, filsuf yang pertama kali membangkitkan persoalan being (hal ada) dan mempertentangkan dengan becoming (hal menjadi).

f. Aristoteles (384-322 SM) adalah seorang filsuf yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander. Ia memberikan kontribusi di bidang metafisika, fisika, etika, politik, ilmu kedokteran dan ilmu alam. Dibidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies biologi secara sisitematis.

Selain di Yunani, astronom dan ahli matematika juga berkembang di india. Aryabatha (476 M) melahirkan hitungan desimal sederhana. Di bidang astronomi ia juga memperkenalkan sejumlah fungsi trigonometri (termasuk sinus, versine, kosinus, dan invers), table trigonometri, teknik-teknik dan algoritma dari aljabar.

Pemikiran Filsafat Mulla Shadra

Disember 17, 2017 0

Terlalu banyak pemikiran Mulla Shadra untuk dikemukakan, paling tidak dalam tulisan Abdul Hadi ada 4 pokok masalah kefilsafatan yang dibahas Mulla Shadra dalam karyanya.

1. Gerak Subtansial (al-harakah al-jauhariyah)
Teori Gerak Subtansial (al-harakah al-jauhariyah), adalah sumbangan orsinil Mulla Shadra terhadap filsafat Islam. Ajaran ini merupakan uraian lebih lanjut dari pandangan Shadra bahwa gradasi wujud tidak bersifat statis tetapi dinamis, bergerak dari eksistensi tingkat rendah menuju eksistensi tingkat tinggi. Mulla Shadra memperlihatkan bahwa berdasarkan prinsip-prinsip Aristotelian tentang materi dan bentuk, harus diterima bahwa substansi alam semesta senantiasa bergerak, tidak pernah terdapat kekonstanan sesaat dan keseragaman bentuk dalam substansi alam. Aksiden-aksiden (yaitu sembilan kategori yang lain), sebagai fungsi dan substansi, juga berada dalam gerak. Menurut Mulla Shadra, alam sama dengan gerak, dan gerak sama dengan penciptaan dan pemusnahan yang tidak henti-henti dan berjalan terus menerus.

Kontribusi Mulla Shadra dalam gerakan substansial (al-Harakah al-Jawhariyah) melengkapi para filosof sebelumnya, dimana mereka berepndapat bahwa gerakan hanya terjadi pada empat kategori aksiden; kuantitas (kammiyat), kualitas (kaifiyyat), posisis (wadh’) dan tempat (‘ayn). Dengan kata lain, substansi tidak berubah tetapi hanya empat kategori akseden yang berubah. Karena kalau substansi berubah kita tidak dapat menetapkan judgment tentangnya. Begitu kita mengeluarkan judgment, ia sudah berubah menjadi yang lain.

Mulla Shadra berpendapat bahwa disamping perubahan pada empat kategori aksiden, gerak juga terjadi pada substansi. Kita melihat bahwa dalam dunia eksternal perubahan benda material dan keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Buah apel kembali dari hijau tua ke hijau muda, kemudian kuning, lalu merah. Ukuran rasa, berat juga selalu mengalami perubahan. Karena eksistensi aksiden bergantung pada eksistensi substansi, maka perubahan aksiden akan menyebabkan perubahan pada substansi juga. Semua benda material bergerak. Gerakan ini berasal dari penggerak pertama yang immaterial, menuju penyempurnaan yang non-material dan berkembang menjadi sesuatu non-material. Dalam hubungna inilah Mulla Shadra mempertahankan sifat hudus dari dunia fisik, sifat tidak permanen dari esensi materi, dan waktu sebagai dimensi materi keempat; sebagai suautu ukuran kuantitas gerak. Sebab mendasar yang menjadikan akseden dalam bergerak adalah nilai  hudusnya wujud dan waktu yang menjadikannya sebagai tempat kebaruannya.

2. Filsafat Jiwa
Mulla shadra sebagaimana Aristoteles mendefinisikan jiwa sebagai Entelenchy badan. Oleh sebab itu tidak bersifat abadi dalam arti bermula, jiwa itu tidak dapat dipisahkan dan bebas dari materi. untuk menyatakan bahwa itu terpisah dan bebas dari materi hanyalah dengan menyakini adanya praeksistensi jiwa. Pada saat yang bersamaan Mulla shadra menolak pandangan ibn Sina yang menyatakan bahwa jiwa adalah sebuah konsep Realisional dan bukan merupakan sesuatu yang bersifat substantif. Bila jiwa sejak lahir berada dalam satu materi, kejiwaannya tidak dapat diartikan sebagai suatu relasi dimana seolah-olah jiwa memiliki eksistensi bebas, maka tidak mungkin untuk meyatukan jiwa dengan badan.

Sedangkan menurut  Shadra, jiwa itu bersandar pada prinsip dasar yang disebut perubahan subtantif (istihala jauhariyyah). Pada umumnya, jiwa itu bersifat jasmaniah tetapi akhirnya bersifat spiritual selamanya (jismaniyat Al- hudus ruhaniyat al-baqa’) artinya manakala jiwa muncul atas landasan materi, bukanlah berarti jiwa itu bersifat materi secara absolut. Dengan prinsip perubahan subtansif ini, dituntut adanya tingkatan yang lebih tinggi dari landasan dimana jiwa berada. Oleh sebab itu dalam bentuk kehidupan yang paling rendah sekalipun, seperti tumbuh-tumbuhan yang bergantung pada materi. Materi atau tubuh itu hanyalah instrumen dan merupakan langkah pertama untuk perpindahan dari alam materi menuju alam spiritual. Sadra menegaskan bahwa badan sebagaimana ia akan "dibangkitkan" secara identik adalah sama dengan badan, pada titik ini sadra menduduki posisi yang sama dengan Al-Ghazali dan mencela pandangannya tentang kebangkitan badan sebagai varian dari perpindahan jiwa.

3. Filsafat pengetahuan atau Epistimologi
Mulla Sadra menetapkan tiga jalan utama untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan: jalan wahyu, jalan inteleksi (ta’aaqul), dan jalan musyahdah dan mukasyafah (jalan penyucian kalbu dan penyingkaban mata hati) dengan menggunakan istilah lain. Mulla sadra menyebut jalan tersebut sebagai jalan al-Quran, jalan Al-Burhan, dan jalan Al-irfan. Istilah husuli (konseptual) tersebut merupakan kunci penting memahami teori pengetahuan Mulla Shadra. Dalam teori pengetahuannya, Mulla Shadra membagi pengetahuan menjadi dua jenis: pengetahuan husuli atau konseptual dan pengetahuan atau ilmu huduri. Bentuk pengetahuan ini menyatu dalam diri seseorang yang telah mencapai pengetahuan berperingkat tinggi. Bangunan epistimologi Mulla Shadra berkaitan erat dengan idenya tentang wahdah (unity), asalah (principality), tasykik (gradation) dan ide perubahan substantif. Menurut Sadra wujud atau realitas itu hanyalah satu yang membentuk hierarki dari debu hingga singgasana illahi. Tuhan sendiri adalah wujud mutlak yang menjadi titik wujud permulaan itu, dengan demikian Tuhan adalah transenden rantai wujud.

Bagi Shadra filsafat dapat dibedakan menjadi dua bagian utama: (1) bersifat teoritis, yang mengacu pada pengetahuan tentang segala sesuatu sebagaimana adanya. (2) bersifat praktis, yang mengacu pada pencapaian kesempurnaan yang cocok bagi jiwa. Mulla shadra memandang adanya titik temu antara filsafat dan agama sebagai satu bangunan kebenaran ia membuktikannya melalui pelacakan atas jejak-jejak kesejarahan manusia dan membentangkan seluruh faktanya. Menurut shadra ditiap tempat dalam kurun waktu tertentu selalu ada sosok yang bertanggung jawab dalam menyebarkan kebijakan (hikmah). Jika dikaitkan dengan teori pengetahuannya tampak bahwa titik pusat flsafat Mulla Shadra ialah pengalaman makrifat (al-irfan) tentang wujud sebagai hakikat atau kenyataan tertinggi. Bagi Mulla Shadra bukan keberadaan benda itu yang penting, melainkan penglihatan batin subjek yang mengamati alam keberadaan atau kewujudan.

4. Filsafat ketuhanan (metafisika)
Gagasan Mulla Shadra tentang Tuhan berbeda dengan gagasan ketuhanan yang dimiliki oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina. Mulla Shadra berpendapat bahwa ketidakbutuhan dan kesempurnaan esensi Tuhan tak cukup dengan menegaskan kekadiman dan kemanunggalan esensi Tuhan dan wujud. Dalam pandangannya teori bahwa Tuhan yang merupakan wujud murni dan basit, bukan dalil atas keniscayaan dan ketidakbutuhan mutlak Tuhan. Teori ini tak lain menegaskan bahwa maujud yang terasumsi merupakan maujud hakiki, bukan maujud majasi.

Dalam sistem metafisika hikmah Muta’aliyyah dengan berpijak pada teori kehakikian wujud, wujud Tuhan ditegaskan sebagai wujud berintensitas tinggi yang tak terbatas, sedangkan makhluk merupakan suatu wujud yang berintensitas rendah, membutuhkan dan mustahil menjadi sebab kehadiran bagi dirinya sendiri, karena itu dia harus bergantung pada wujud mutlak. Mulla Shadra beranggapan bahwa Tuhan secara mutlak memiliki kesempurnaan dan zat-Nya menyatu secara hakiki dengan sifat-Nya.

Perbedaan tuhan dengan makhluk tak dipahami sebagai dua realitas yang memiliki batasan dan garis pemisah. Tapi perbedaan keduanya terletak pada kesempurnaan Tuhan dan kekurangan makhluk, kekuatan-Nya dan kelemahannya. Oleh sebab itu perbedaan antara keduanya bukan perbedaan yang saling berhadapan, tapi perbedaan yang bersifat “mencakupi” dan “meliputi”. Dengan ungkapan lain segala wujud selain-Nya merupakan suatu rangkaian gradasi dan manifestasi cahaya Zat dan Sifat-Nya bukan sebagai realitas-realitas yang mandiri dan berpisah secara hakiki dari wujud-Nya. Kesatuan wujud dan maujud secara menyeluruh dan hakiki dalam realitas kemajemukan keduanya. Menurut Mulla Shadra, pemahaman tauhid seperti itu merupakan tingkatan tertinggi dari tauhid yang dimliki oleh para monoteis sejati.

Karakteristik al-hikmah al-muta’aliyah yang bersifat sintesis merupakan hasil kombinasi dan harmonisasi dari ajaran-ajaran wahyu, ucapan-ucapan para Imam, kebenaran-kebenaran yang diperoleh melalui penghayatan spiritual dan iluminasi intelektual, serta tuntutan-tuntutan logika dan pembuktian rasional. Sintesis dan harmonisasi ini bertujuan untuk memadukan pengetahuan yang diperoleh melalui sarana Sufisme atau ’irfan, Iluminasionisme atau isyraqiyyah, filsafat rasional atau yang identik dengan Peripatetik atau masysya’iyyah, dan ilmu-ilmu keagamaan dalam arti sempit, termasuk kalam. Dengan demikian, kemunculannya tidak dapat dipisahkan dari, dan harus dilihat dalam konteks aliran-aliran pemikiran Islam yang mendahuluinya.

Secara epistemologis, hikmah muta’aliyah didasarkan pada tiga prinsip, yaitu: iluminasi intelektual (dzawq atau isyraq), pembuktian rasional (‘aql atau istidlal), dan agama (syari’ atau wahyu). Hikmah Muta’aliyah dalam meraih makrifat menggunakan tiga sumber yaitu: argumen rasional (akal), penyingkapan (mukasyafah), al-Quran dan hadis Ahlulbait As, karenanya dikatakan paling tingginya hikmah.

Kunci filsafat Mulla Shadra untuk mencapai derajat hikmah muta’aliyah sebagai ajaran pokoknya, Shadra menawarkan empat tingkatan kesempurnaan akal yang juga menggambarkan gerakan konstan-vertikal dan skala wujud menuju kesempurnaan pengetahuan, juga sebagai dasar pemikiran filosofisnya. Pertama, perjalanan yang dimulai dari makhluk menuju hakikat kebenaran pencipta dengan melepas tabir kegelapan dan cahaya yang menghalangi seorang salik dan hakikat rohaninya. Kedua, perjalanan yang dimulai dari hakikat menuju hakikat dengan hakikat. Ketiga, dari hakikat kepada makhluk dengan hakikat. Keempat, perjalanan ini dari makhluk meuju makhluk dengan hakikat.

Biografi Mulla Shadra dan Karya-Karyanya

Disember 15, 2017 0

1. Biografi Mulla Shadra
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ibrahim bin Yahya al-Qawami al-Syirazy, yang bergelar ‘Shadr al-Din’ dan lebih popular dengan sebutan Mulla Shadra atau Shard al-Muta’alihin, dan dikalangan murid-murid serta pengikutnya disebut ‘Akhund’. Dia dilahirkan di Syiraz sekitar tahun 979-80 H/ 1571-72 M dalam sebuah keluarga yang cukup berpengaruh dan terkenal, yaitu keluarga Qawam. Ayahnya adalah Ibrahim bin Yahya al-Qawami al-Syirazy salah seorang yang berilmu dan saleh, dan dikatakan pernah menjabat sebagai Gubernur Propinsi Fars. Secara sosial-politik, ia memiliki kekuasaan yang istimewa di kota asalnya, Syiraz.

Pendidikan formal Mulla Shadra tampaknya telah mempersiapkan dirinya untuk mengemban tugas yang maha besar ini. Mengikuti penjelasannya sendiri dalam Al-Asfhar Al-Arba’ah, para sejarawan membagi biografi Mulla Shadra ke dalam tiga periode: Periode pertama, pendidikan formalnya berlangsung di bawah guru-guru terbaik pada zamannya. Tidak sama seperti filosof lainnya, dia menerima pendidikan dari tradisi Syiah: fiqih Ja’fari, ilmu hadis, tafsir dan syarah Al-Qur’an di bawah bimbingan Baha‘uddin al-‘amali (w. 1031 H/1622 M), yang meletakkan dasar fiqih baru Syi’ah. Selanjutnya ia belajar pada filosof peripatetik Mir Fenderski (w. 1050 H/1641 M) namun gurunya yang utama adalah teolog-filosof, Muhammad yang dikenal sebagai Mir Damad (1041 H/1631 M). Damad nampaknya merupakan pemikir papan atas yang mempunyai orisinilitas dan juga dijuluki Sang Guru Ketiga (setelah Aristotles dan Al-Farabi). Tampaknya, ketika Mulla Shadra ini muncul, filsafat yang ada, dan yang umumnya diajarkan, adalah tradisi neoplatonik-peripatetik Ibn Sina dan para pengikutnya. Pada abad ke 6 H/ke 12 M, Suhrawardi telah melakukan kritik terhadap beberapa ajaran dasar parepatetisme. Ialah yang meletakkan dasar-dasar bagai filsafat Illuminasionis yang bersifat mistis (Hikmat al-Isyraq).

Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Mulla Shadra terpaksa meninggalkan Isfahan, karena kritik sengit terhadap pandangan-pandangannya dari Syi’ah dogmatis. Dalam periode kedua, dia menarik diri dari khalayak dan melakukan uzlah di sebuah desa kecil dekat Qum. Selama periode ini,  pengetahuan yang diperolehnya mengalami kristalisasi yang semakin utuh, serta menemukan tempat dalam mengasah kreativitasnya. Beberapa bagian dari Al-Asfar al-Arba’ah disusunnya pada periode ini. Dalam periode ketiga, dia kembali mengajar di Syiraz, dan menolak tawaran untuk mengajar dan menduduki jabatan di Isfahan. Semua karya pentingnya dia hasilkan dalam pereode ini. Dia tidak berhenti untuk menghidupkan semangat kontemplatifnya dan juga melakukan praktek asketis sebagaimana disebutkan dalam karyanya sehingga beberapa argument filosofisnya dia peroleh melalui pengalaman-pengalaman visionernya (mukasyafah).

Dengan demikian, sistem pemikiran Mulla Shadra yang khas tumbuh, yang kelihatannya benar-benar berbeda dari situasi intelektual dan spiritual pada masanya. Kesalehannya terhadap agama dapat ditunjukkan antara lain oleh kenyataan bahwa ia dikatakan meninggal di Basrah pada 1050 H/1641 M saat pulang menunaikan ibadah haji yang ketujuh kalinya. 

2. Karya Mulla Sadra
Sebagai penerus aliran isyraq dan penyempurna berbagai aliran filsafat islam sebelumnya, tentu saja hal itu memberi dampak terhadap kuantitas karya Mulla Shadra. Penulis sajikan karya-karya besar dari seorang Mulla Shadra lebih dari 20 karya yang ditulisnya, sebagai berikut.

  • Al-Hikmah Al-Muta’aliyah fi Asfar Al-Aqliyah Al-Arba’ah (teosofi transcendental yang membicarakan empat perjalanan akal pada jiwa). Lebih dikenal dengan sebutan Asfar. Kitab ini merupakan karya monumental karena menjadi dasar bagi karya pendeknya, juga menjadi risalah pemikiran pasca Avicennian pada umumnya. Kitab ini menjelaskan penggambaran intelektual dan spiritual manusia ke hadirat Tuhan. Juga memuat hampir semua persoalan yang berkaitan dengan wacana pemikiran dalam islam; ilmu kalam, tasawuf, dan filsafat. Penyajiannya menggunakan pendekatan morfologis, metafisis dan historis. Hingga saat ini kitab Asfar digunakan sebagai teks tertinggi dalam memahami hikmah dan hanya digunakan oleh mereka yang telah memahami teks-teks standar ilmu kalam syi’ah imamiyah, filsafat paripatetis, neoplatonisme yang dikembangkan oleh Ibnu Sina, teosofi isyraqi Suhrawardi, dasar-dasar ajaran gnostic Ibnu Arabi dan wahyu, termasuk didalamnya sabda Nabi dan para imam Syi’ah.
  • Al-Hasyr (tentang kebangkitan)
  • Al-hikmah Al-Arsyiyah (hikmah diturunkan dari ‘Arsy ilahi)
  • Hudus Al-Alam (penciptaan alam)
  • Kasr Al-Ashnam Al-Jahiliyah fi dhaimni Al-Mutashawifin (permusuhan berhala jahiliyah dalam mendebati mereka yang berpura-pura menjadi ahli sufi)
  • Kalq Al-A’mal
  • Al-Lama’ah Al-Masyriqiyah fi Al-funnun Al-Mantiqiyah (percikan cahaya iluminasionis dalam seni logika)
  • Al-Mabda wa Al-Ma’ad (permulaan dan pengembalian)
  • Mafatih Al-Ghaib (kunci alam gaib)
  • Kitab Al-Masya’ir (kitab penembusan metafisika)
  • Al-Mizaj (tentang perilaku perasaan)
  • Mutasyabihat Al-Qur’an (ayat-ayat mutsyabihat dalam Al-Qur’an)
  • Al-Qadha wa Al-Qadar fi Af’ali Al-Basya (tentatng masalah Qada’ dan Qadar dalam perbuatan manusia)
  • As-Syawahid Ar-Rububiyah fi Al-Manahij As-Sulukiyah (penyaksian ilahi akan jalan kesederhanaan rohani)
  • Sharh-I Shafa
  • Sharh-I Hikmat Al-Ishraq
  • Ittihad Al-‘aquil wa’l-Ma’qul
  • Ajwibah Al-Masa’il
  • Ittisaf Al-Mahhiyah bi’l wujud
  • Limmi’yya ikhtisas Al-Mintaqah.
  • Khalq al-A’mal
  • Zad Al-Musafir.
  • Isalat-I Ja’l-i Wujud
  • At-Tashakhkhus.
  • Sarayan Nur Wujud
  • Al-Hashriyyah.
  • Al-alfazh Al-Mufradah
  • Radd-I Shubahat-I Iblis
  • At-Tanqih.
  • At-Tasawwur wa’l-Tasdiq
  • Diwan Shi’r.

Dalam hal ini berlaku pula kepada Mulla Shadra memiliki pelanjut dan pengembang filsafatnya karena keberhasilan seorang guru ditentukan seberapa banyak murid-muridnya yang mengembangkan ilmunya.
1.    Faidh Al-Kasyani ( Muhammad bin Murtadda dikenal sebagai Mulla Muhsin)
2.    Abdurrazaq Lahiji
3.    Murid lain yang tidak terkenal seperti dua murid diatas adalah Mulla Husain tunkabuni.
4.    Muhammad bin Ali Ridha bin Aqa Jani.
5.    Mulla Alinnuri, Mulla Ismail Khawaju’I, Mulla Hadi Sabziwai dan Mulla Hadi Mudarits.

Referensi:
Dedi Supriadi. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Empat Pilar Pembelajaran UNESCO

Disember 10, 2017 0

Pilar merupakan tegak dan kokoh. Dalam sistem pendidikan juga demikian terdapat pilar yang merupakan sebuah penopang atau penyangga, dalam sebuah bangunan pilar yang dapat membuat bangunan berdiri menjadi penyangga sehingga sebuah sistem dapat berdiri untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan.

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan. Namun dalam dunia pembelajaran, dihadapkan dan beradaptasi dengan berbagai tantangan. Maka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya memberikan resep yang disebut dengan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together.

1.    Learning to know (Belajar untuk mengetahui)
Learning to know (Belajar untuk mengetahui) memiliki pengertian bahwa ketika kita belajar kita akan menjadi tahu. Bahasa mudahnya dari mulai tidak tahu menjadi tahu. Learning to know (Belajar untuk mengetahui), berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan.

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.

Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.

2.    Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu)
learning to do adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Learning to do maksudnya setelah kita mengetahui hal-hal yang baru dari pembelajaran yang kita lakukan, kita bisa melakukan sesuatu karya atau bentuk pekerjaan nyata dari ilmu yang telah diserap. Pembelajaran ini menyiratkan bahwa siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terealisasikan. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan.

3.    Learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu)
Learning to be ini maksudnya adalah setelah kita mengetahui, kita dapat melakukan, kita dapat membaginya dengan orang lain, kita dapat membuat sesuatu yang lebih baik. Baik itu bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Pengarjaran ini menitik beratkan kepada peserta didik untuk siap terjun ke masyarakat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran ini adalah sikap percaya diri.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Artinya, bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan cita-citakan. Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya.

4.    Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Learning to live together maksudnya dengan kita mengetahui dan kita dapat melakukan sesuatu dari apa yang kita pelajari, selanjutnya kita dapat melakukannya untuk diri kita sendiri dan juga untuk orang lain yang ada di sekitar kita. Pada pilar ketiga ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan di sekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.

Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).

Mutu Manikam dari Kitab Al-Hikam: Penjelasan Tentang Orang-Orang yang Arif

Disember 02, 2017 0

"Tanda-tanda orang yang arif dalam amal, ia tidak membanggakan amal ibadahnya. Berkurangnya harapan kepada Allah ketika terjadi kekhilafannya kepada Allah"

Orang yang arif adalah orang yang tidak membanggakan amal ibadahnya. Orang seperti ini kurang pengharapannya kepada Allah ketika ia berhadapan dengan rintangan yang menimpa. Sedangkan sifat orang yang bijaksana dalam meneguhkan imannya kepada Allah selalu berpegang teguh (istiqamah) kepada kekuasaan yang ada pada Allah.

Para arifin dalam imannya kepada Allah selalu menyaksikan kebenaran-Nya dari atas permadani hidupnya. Ia tidak dapat memutuskan hubungannya dengan Allah karena telah menyaksikan kebesaran Allah dari hidupnya sendiri. Ia tidak menjadikan amal ibadahnya sebagai kebanggaan hidupnya, tetapi ia jadikan sebagai suatu kewajiban seorang hamba kepada Khaliq yang senantiasa ia kuatirkan kalau-kalau ibadahnya itu tidak diterima oleh Allah.

Orang arifin yang selalu memperhatikan dirinya dan menguatirkan amalnya dengan harapan rahmat dari Allah, menempatkan diri mereka dengan jiwa yang waspada dan tenang. Karena kewaspadaan jiwa dalam ibadah serta ketenangannya akan memberikan manusia sifat-sifat utama yang terdengar dari suara hati nuraninya sendiri yang suci bersih. 

Adapun orang yang berbuat dosa dan kesalahan, akan tetapi ia enggan mengharapkan rahmat dan ampunan Alah, maka ia telah menumbuhkan rasa angkuh akan kemampuan dirinya tanpa rahmat dan pertolongan Allah. Orang ini telah mengesampingkan Allah dalam tauhidnya. Orang seperti ini telah melibatkan dirinya dalam dosa dan kesalahan.

Pengharapan kepada Allah selalu menjadi hiasan hati orang-orang arif, selalu menjadi keinginan manusia yang beriman akan kebutuhannya kepada Allah, karena meyakini pemberian Allah itu sangat luas, dan rahmat Allah sangat banyak. Apabila suatu saat si hamba Allah ini tergelincir dalam perbuatan maksiat, ia akan menemukan jalan keluar, karena rahmat dan kecintaan Allah akan melepaskannya. Karena si hamba yakin kasih sayang Allah akan mendatanginya, melindungi dan memberikan pertolongan kepadanya.

Pemberian Allah berupa rahmat dan pertolongan akan diterima seorang hamba apabila si hamba yang berlumuran dosa sadar akan kelemahan dirinya, dan yakin kepada rahmat-Nya. Keyakinan seperti ini akan memberi peluang bagi manusia berdosa agar cepat-cepat bertobat dan memohon ampunan kepada Allah, seperti yang ia yakini sebagai satu-satunya tempat ia bersandar.

Tobat bagi seorang yang arif adalah pertanda nuraninya masih hidup dan jiwanya masih dibakar oleh iman, sehingga ia tidak berputus asa menghadapi segala sesuatu yang ada padanya, sebagai kenyataan yang tidak boleh dielakkan. Mereka yang berpribadi seperti ini adalah kelompok orang yang ditegaskan oleh Al-Qur'an sebagai golongan kanan (ashabul yamin).

Sesungguhnya Allah telah menciptakan agama untuk manusia bersamaan dengan memberikan kemampuan mereka untuk beramal. Karena dengan amal itu manusia akan berupaya melepaskan dirinya dari dosa dan kesalahan, serentak akan memberikan tempat kepadanya hiasan keutamaan diri.

Iman yang paling tinggi kualitasnya adalah iman yang mampu melepaskan dirinya dari belenggu yang membebaninya melalui ujian. Inilah watak yang paling berharga, ketika seorang mukmin sadar akan dirinya atas pemberian rahmat dan karunia Allah yang begitu banyak yang telah ia terima. Oleh karena belenggu dosa yang begitu banyak membebani dirinya dan terikat dalam hatinya, si hamba tidak merasakan rahmat dan nikmat Allah yang telah banyak diterimanya.

Berpikir dengan akal sehat itu lebih utama dan lebih agung pahalanya dari berpikir dengan akal yang sakit oleh karena dosa yang menjauhkannya dari rahmat Allah. Karena rahmat Allah itu dekat dengan orang beriman, sesuai dengan firman Allah, "Sesungguhnya Allah dekat dengan orang-orang yang berbuat baik (orang beriman)." 

Demikian juga ketaatan kepada Allah bukanlah suatu amal yang harus dipamerkan atau semisalnya, karena ketaatan adalah hiasan jiwa yang bertahtakan ketulusan di dalamnya. Ketaatan itu sendiri belum menjadi jaminan seorang untuk masuk surga. Karena hal ini memerlukan ujian yang sangat istimewa. Sebab pada dasarnya ketaatan adalah karunia yang sangat mahal harganya bagi hamba Allah yang perlu mendapatkan penjagaan terus menerus sepanjang hayatnya. Setiap karunia yang menjadi anugerah Allah berupa apapun, terutama jiwa yang taat, adalah merupakan hidayah dari Allah.

Meyakini bahwa iman dan ketaatan seorang hamba kepada Khaliqnya adalah hidayah Allah, maka seorang hamba yang arif akan selalu memberi bobot jiwanya serta menghindarkan dari dirinya kedengkian, kesombongan, demikian juga kebanggaan. Sebab sifat yang disebut terakhir akan memberi kesempatan kepada iblis mendapat tempat dalam ruang jiwa kita. Hal ini sangat berbahaya.

Keimanan kepada Allah sebagai penangkal bagi orang mukmin yang arif adalah perisai yang paling ampuh, dan senjata yang paling tajam, berhadapan dengan musuh Allah dan musuh orang beriman, yakni iblis. Hanya dengan iman dan islam yang telah dipilih Allah yang akan mampu memberikan kekuatan dan senjata pamungkas. Hamba Allah yang mempergunakan Islam sebagai senjata melawan iblis itulah yang akan mendapatkan kemenangan dan kasih sayang-Nya. Karena Allah telah mengingatkan, "Barangsiapa yang mengikuti agama yang bukan agama Islam maka tidak diterima amal ibadahnya, sedangkan di alam akhirat ia termasuk orang yang rugi." (QS. Ali-Imran : 85).

Ketahuilah bahwasannya berpegang teguh pada keutamaan dan kemuliaan lebih diperlukan daripada berpegang kepada perbuatan yang bertentangan dengan peraturan Islam, satu amal yang tercela. Adapun perbuatan yang tercela itu datang mengunjungi kita disebabkan jiwa kita tentang kebenaran dan kemuliaan sangat minim. Sedangkan memenuhi jiwa kita dengan ajaran-ajaran islam adalah wajib, agar kita terhindar dari pengaruh ajaran dan pemikiran yang bukan Islam. Agama Islam itu wajib dijadikan hujjah dalam perjalanan hidup kita, agar terhindar dari perbuatan yang bebal dan bodoh.

Orang yang membanggakan amal ibadahnya berarti ia menyandarkan dirinya hanya kepada amal ibadahnya, dan hal ini tidak diperkenankan dalam syariat Islam. Semua amal ibadah hanyalah disandarkan kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Qur'an: "Dengan karunia dan rahmat Allah jualah hendaklah kamu bergembira karenanya. Sebab karunia dan rahmat Allah itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. Yunus : 58).

Berbangga kepada amal ibadah yang telah dilaksanakan sama dengna syirik. Karena perbuatan seperti itu selain membanggakan diri di hadapan Allah bahwa ia telah bisa beramal dan beribadah, ia pun telah mendahului Allah. Seakan-akan amal ibadahnya telah diterima Allah. Orang seperti ini seakan-akan amal itu datang dari kemempuannya sendiri, lalu mengandalkan amal untuk mencapai tujuan.

Orang-orang arif dan bermakrifat kepada Allah lebih banyak bersyukur kepada-Nya karena banyak kesempatan baginya untuk beramal. Dengan rahmat dan kasih sayang itulah ia mampu melaksanakan semua amal ibadahnya dalam kehidupan dunia ini.

Wallahu a’lam bish-shawabi...