Sejarah Perkembangan Sains pada Zaman Renaissance

Disember 21, 2017 0

Zaman ini berlangsung pada awal abad 14 M  sampai dengan abad 17 M. Renaissance sering diartikan dengan kebangkitan, peralihan, atau lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkan kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir, dan jauh dari ajaran-ajaran agama.

Tokoh-tokoh ilmuwan yang berpengaruh di masa ini ialah sebagai berikut:
a. Nicolaus Capernicus (1473 M – 1543 M)
Adalah seorang astronom, matematikawan, dan ekonom yang berkebangsaan Polandia. Ia mengembangkan Teori Heliosentris (Tata Surya berpusat di matahari).

b. Galileo Galilei (1564 M – 1642 M)
Adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran  besar dalam revolusi ilmiah. Sumbangannya dalam keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop (dengan 32 x pembesaran) dan berbagai observasi astronomi. Dia adalah orang pertama yang melukiskan tata surya seperti yang kita kenal sekarang.

c. Tycho Brahe (1546 M – 1601 M)
Adalah seorang bangsawan Denmark yang terkenal sebagai astronom/astrolog  dan alkimiawan. Tycho adalah astronom pengamat paling menonjol di zaman pra teleskop. Akurasi pengamatannya  pada posisi bintang dan planet tak tertandingi pada masa itu.

d. Johannes Kepler (1571 M – 1630 M)
Adalah astronom Jerman,  matematikawan dan astrolog. Ia paling dikenal melalui hukum gerakan planetnya. Kepler juga ahli optik dan astronomi. Penjelasannya tentang pembiasan  cahaya tertuang dalam buku  "supplement to witelo", "expounding the optical part of astronomy’". Ia orang pertama yang menjelaskan cara kerja mata.

e. Fancies Bacon (1561 M – 1626 M)
Adalah seorang filsuf, negarawan dan penulis Inggris. Karya-karyanya antar lain membangun dan mempopulerkan metodologi induksi untuk penelitian ilmiah, sering kali disebut metode Baconian.

f. Andreas Vesalius (114b M – 1564 M)
Adalah ahli anatomi. Ia memperkenalkan tentang anatomi tubuh manusia. Ia juga menulis sebuah teks mengenai tumbuhan obat.

Sejarah Perkembangan Sains pada Zaman Arab (Pertengahan)

Disember 19, 2017 0

Zaman ini masih berhubungan dengan zaman sebelumnya. Karena awal mula zaman ini pada abad 6 M sampai sekitar abad 14 M, maka tampilah para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Segala aktivitas keilmuan harus berdasarkan atau mendukung agama. Dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait erat dengan aktivitas keagamaan.

Ketika bangsa Eropa mengalami kegelapan, kebangkitan justru milik Islam. Hal ini dimulai dari lahirnya Nabi Muhammad SAW pada abad ke 6 M. Perluasan wilayah, pembinaan hukum serta penerjemahan filsafat Yunani, dan kemajuan ilmu pengetahuan pada abad ke 7 M sampai abad ke 12 M. Pada masa ini islam mendapat masa keemasannya (golden age). Selain itu, pada abad ini terjadi abad perkembangan kebudayaan di Asia Selatan dan Timur, seperti ajaran Lao Tse (menjaga keharmonisan dengan alam) dan Confucius (konsep kode etik luhur mengatur akal sehat).

Sepanjang Eropa mengalami masa kegelapan, di sebelah selatan Laut Tengah berkembang kerajaan bangsa Arab yang di pengaruhi oleh budaya Islam. Dengan berkembanganya pengaruh  Islam, maka semakin banyak pula tokoh-tokoh ilmuwan yang berperan dalam perkembangan ilmu. Mereka adalah sebagai berikut:

a. Al-Farabi (870 M-950 M)
Adalah seorang komentator filsafat  Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Kontribusinya terletak di berbagai bidang matematika, filsafat, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah membuat berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, kitab Al-Musiqa. Selain itu, karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (kota atau negara utama)  yang membahas tentang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara razim yang paling baik menurut pemahaman dengan hukum ilahian Islam.

b. Al-Khawarizmi (780 M-850 M)
Hasil pemikirannya berdampak besar pada matematika, yang terangkum dalam buku pertamanya, Al-Jabar, selain itu karyanya adalah Al-Kitab Al-Mukhtasar  fi Hisab Al-Jabr  wa’al-muqalaba (buku rangkuman untuk kulturasi dengan melengkapkan dan menyeimbangkan), kitab surat Al-Ard (pemandangan bumi). Karyanya tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Strassberg, Jerman.

c. Al-Kindi (801 M-873 M)
Bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Al-Kindi menuliskan banyak karya dalam bidang goemetri, astronomi, aritmatika, musik (yang dibangunya dari berbagai prinsip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.

d. Al-Ghazali (1058 M-111 M)
Adalah seorang filsuf dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat. Karya beliau berupa kitab-kitab, antara lain kitab Al-Munqidih min Adh-Dalal, Al-Risalah  Al-Quadsiyyah, dan Mizan Al-Amal.

e. Ibnu Sina (980 M-1037 M)
Ia di kenal sebagai A Vicenna di dunia barat.  Ia adalah seorang  filsuf, ilmuwan, dan juga dokter. Bagi banyak orang beliau adalah bapak pengobatan modern dan masih banyak lagi sebutan baginya yang berkaitan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.

f. Ibnu Rusyd (1226 M-1198 M)
Dalam bahasa latin di sebut dengan Averroes, dan dia adalah filsuf dari spanyol (Andalusia). Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fiqih dalam bentuk karangan, ulasan, essai, dan resume.

g. Ibnu Khaldun (1332 M-1406 M)
Adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi,  sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah ( pendahuluan ).

h. Jabir Ibnu Hayyan atau Gebert (721 M-815 M) 
Dia adalah seorang tokoh islam yang mempelajari dan mengembangkan ilmu kimia.

i. Al-Razi (856 M-925 M) 
yang dikenal dengan nama Razes. Seorang dokter  klinis ynag terbesar pada masa itu dan pernah mengadakan suatu penelitian  Al-Kimi atau lebih dikenal dengan sebutan ilmu kimia. Beliau mengarang Ensiklopedia ilmu kedokteran yang berjudul Contenens.

j. Ibnu Haitam 
Dikenal dalam kalangan cerdik pandai di barat, dengan  nama Alhazen, Dia adalah seorang ilmuwan islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop dan teleskop.

k. Al-Battani (850 M-929 M) 
Memberikan kontribusi untuk astronomi dan matematika. Dalam astronomi, Al-Battani juga meningkatkan ketepatan pengukuran presesi sumbu bumi.

l. Dalam bidang fiqih ada Imam Hanafi (699 M-767 M)Imam Malik (712 M-798 M), Imam Syafi’i (767 M-820 M) dan Imam Hanbali (780 M-855 M), yang besar dengan kitabnya masing-masing.

m. Dalam bidang sosial, terdapat nama Yaqut bin Abdullah al Hamawi (1179 M-1229 M), yang mengarang kitab Mu’jam Al-Buldan (kamus negara). Ibnu  Yunis, Umar Al-Khayyam, Will Durant, Feilding H. Gorrison, dan Abu Rayhan Al-Biruni, di bidang sains dan antropologi.

n. Shen Kou (1031 M-1095 M)
sorang ilmuwan cina yang pertama kali menggambarkan  magnet jarum-kompas yang digunakan untuk navigasi.

o. Su Song (1020 M-1101 M) 
Juga seorang astronom yang menciptakan langit bintang pada Atlas.

p. Jamal Al-Din 
Mendirikan observatorium Ikhtiar Al-Din yang merancang  pembangunan istana raja di laut utara.

Sejarah Perkembangan Sains pada Zaman Yunani Kuno

Disember 18, 2017 0

Pada zaman ini manusia menggunakan sikap "aninquiring attitude" (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap  "receptive attitude mind" (sikap menerima segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya (Zaman Hellenisme) di bawah pimpinan Iskandar Agung (356-323 SM) dari Macedonia, yang merupakan salah seorang murid Aristoteles. Pada abad ke 0 M, perkembangan ilmu mulai mendapat hambatan. Hal ini disebabkan oleh lahirnya Kristen. Pada abad pertama sampai abad ke 2 M mulai ada pembagian wilayah perkembangan ilmu. Wilayah pertama berpusat di Athena, yang difokuskan dibidang kemampuan intelektual. Sedangkan wilayah kedua berpusat di Alexandria, yang fokus pada bidang empiris. Setelah Alexandria di kuasai oleh Roma yang tertarik dengan hal-hal abstrak, pada abad ke 4 dan ke 5 M ilmu pengetahuan benar-benar beku. Hal ini disebabkan oleh tiga pokok penting:

a. Penguasa Roma yang menekan kebebasan berfikir.
b. Ajaran Kristen tidak disangkal.
c. Kerjasama gereja dan penguasa sebagai otoritas kebenaran.

Walaupun begitu, pada abad ke 2 M sempat ada Galen (bidang kedokteran) dan tokoh aljabar, Poppus dan Diopanthus yang berperan dalam perkembangan pengetahuan. Pada zaman ini banyak bermunculan ilmuwan terkemuka. Ada beberapa nama yang popular pada masa ini, yaitu:
 
a. Thales (624-545 SM) dari Melitas, adalah filsuf pertama sebelum masa Socrates. Menurutnya zat utama yang menjadi dasar segala materi adalah air. Pada  masanya, ia menjadi filsuf yang mempertanyakan isi dasar alam.

b. Pythagoras (582-496 SM) adalah seorang filusuf yang juga seorang ahli ukur namun lebih dikenal dengan penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik. Beliau juga di kenal sebagai "Bapak Bilangan", dan salah satu peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah "Teorema Pythagoras". Selain itu, dalam ilmu ukur dan aritmatika ia berhasil menyumbang teori tentang bilangan, pembentukan benda, dan menemukan antara nada dengan panjang dawai.

c. Socrates (470-399 SM) adalah filsuf dari Athena. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istemewa selaku filsuf yang jujur dan berani. Socrates menciptakan metode ilmu kebidanan yang dikenal dengan "Maicutika Telenhe", yaitu suatu metode dialektiva untuk  melahirkan kebenaran.

d. Democritus, dikenal sebagai "bapak atom" pertama yang memperkenalkan konsep atom, bahwa alam semesta ini sesungguhnya terdiri atas atom-atom. Atom adalah materi terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi.

e. Plato (427-347 SM) adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles, filsuf yang pertama kali membangkitkan persoalan being (hal ada) dan mempertentangkan dengan becoming (hal menjadi).

f. Aristoteles (384-322 SM) adalah seorang filsuf yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander. Ia memberikan kontribusi di bidang metafisika, fisika, etika, politik, ilmu kedokteran dan ilmu alam. Dibidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies biologi secara sisitematis.

Selain di Yunani, astronom dan ahli matematika juga berkembang di india. Aryabatha (476 M) melahirkan hitungan desimal sederhana. Di bidang astronomi ia juga memperkenalkan sejumlah fungsi trigonometri (termasuk sinus, versine, kosinus, dan invers), table trigonometri, teknik-teknik dan algoritma dari aljabar.

Pemikiran Filsafat Mulla Shadra

Disember 17, 2017 0

Terlalu banyak pemikiran Mulla Shadra untuk dikemukakan, paling tidak dalam tulisan Abdul Hadi ada 4 pokok masalah kefilsafatan yang dibahas Mulla Shadra dalam karyanya.

1. Gerak Subtansial (al-harakah al-jauhariyah)
Teori Gerak Subtansial (al-harakah al-jauhariyah), adalah sumbangan orsinil Mulla Shadra terhadap filsafat Islam. Ajaran ini merupakan uraian lebih lanjut dari pandangan Shadra bahwa gradasi wujud tidak bersifat statis tetapi dinamis, bergerak dari eksistensi tingkat rendah menuju eksistensi tingkat tinggi. Mulla Shadra memperlihatkan bahwa berdasarkan prinsip-prinsip Aristotelian tentang materi dan bentuk, harus diterima bahwa substansi alam semesta senantiasa bergerak, tidak pernah terdapat kekonstanan sesaat dan keseragaman bentuk dalam substansi alam. Aksiden-aksiden (yaitu sembilan kategori yang lain), sebagai fungsi dan substansi, juga berada dalam gerak. Menurut Mulla Shadra, alam sama dengan gerak, dan gerak sama dengan penciptaan dan pemusnahan yang tidak henti-henti dan berjalan terus menerus.

Kontribusi Mulla Shadra dalam gerakan substansial (al-Harakah al-Jawhariyah) melengkapi para filosof sebelumnya, dimana mereka berepndapat bahwa gerakan hanya terjadi pada empat kategori aksiden; kuantitas (kammiyat), kualitas (kaifiyyat), posisis (wadh’) dan tempat (‘ayn). Dengan kata lain, substansi tidak berubah tetapi hanya empat kategori akseden yang berubah. Karena kalau substansi berubah kita tidak dapat menetapkan judgment tentangnya. Begitu kita mengeluarkan judgment, ia sudah berubah menjadi yang lain.

Mulla Shadra berpendapat bahwa disamping perubahan pada empat kategori aksiden, gerak juga terjadi pada substansi. Kita melihat bahwa dalam dunia eksternal perubahan benda material dan keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Buah apel kembali dari hijau tua ke hijau muda, kemudian kuning, lalu merah. Ukuran rasa, berat juga selalu mengalami perubahan. Karena eksistensi aksiden bergantung pada eksistensi substansi, maka perubahan aksiden akan menyebabkan perubahan pada substansi juga. Semua benda material bergerak. Gerakan ini berasal dari penggerak pertama yang immaterial, menuju penyempurnaan yang non-material dan berkembang menjadi sesuatu non-material. Dalam hubungna inilah Mulla Shadra mempertahankan sifat hudus dari dunia fisik, sifat tidak permanen dari esensi materi, dan waktu sebagai dimensi materi keempat; sebagai suautu ukuran kuantitas gerak. Sebab mendasar yang menjadikan akseden dalam bergerak adalah nilai  hudusnya wujud dan waktu yang menjadikannya sebagai tempat kebaruannya.

2. Filsafat Jiwa
Mulla shadra sebagaimana Aristoteles mendefinisikan jiwa sebagai Entelenchy badan. Oleh sebab itu tidak bersifat abadi dalam arti bermula, jiwa itu tidak dapat dipisahkan dan bebas dari materi. untuk menyatakan bahwa itu terpisah dan bebas dari materi hanyalah dengan menyakini adanya praeksistensi jiwa. Pada saat yang bersamaan Mulla shadra menolak pandangan ibn Sina yang menyatakan bahwa jiwa adalah sebuah konsep Realisional dan bukan merupakan sesuatu yang bersifat substantif. Bila jiwa sejak lahir berada dalam satu materi, kejiwaannya tidak dapat diartikan sebagai suatu relasi dimana seolah-olah jiwa memiliki eksistensi bebas, maka tidak mungkin untuk meyatukan jiwa dengan badan.

Sedangkan menurut  Shadra, jiwa itu bersandar pada prinsip dasar yang disebut perubahan subtantif (istihala jauhariyyah). Pada umumnya, jiwa itu bersifat jasmaniah tetapi akhirnya bersifat spiritual selamanya (jismaniyat Al- hudus ruhaniyat al-baqa’) artinya manakala jiwa muncul atas landasan materi, bukanlah berarti jiwa itu bersifat materi secara absolut. Dengan prinsip perubahan subtansif ini, dituntut adanya tingkatan yang lebih tinggi dari landasan dimana jiwa berada. Oleh sebab itu dalam bentuk kehidupan yang paling rendah sekalipun, seperti tumbuh-tumbuhan yang bergantung pada materi. Materi atau tubuh itu hanyalah instrumen dan merupakan langkah pertama untuk perpindahan dari alam materi menuju alam spiritual. Sadra menegaskan bahwa badan sebagaimana ia akan "dibangkitkan" secara identik adalah sama dengan badan, pada titik ini sadra menduduki posisi yang sama dengan Al-Ghazali dan mencela pandangannya tentang kebangkitan badan sebagai varian dari perpindahan jiwa.

3. Filsafat pengetahuan atau Epistimologi
Mulla Sadra menetapkan tiga jalan utama untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan: jalan wahyu, jalan inteleksi (ta’aaqul), dan jalan musyahdah dan mukasyafah (jalan penyucian kalbu dan penyingkaban mata hati) dengan menggunakan istilah lain. Mulla sadra menyebut jalan tersebut sebagai jalan al-Quran, jalan Al-Burhan, dan jalan Al-irfan. Istilah husuli (konseptual) tersebut merupakan kunci penting memahami teori pengetahuan Mulla Shadra. Dalam teori pengetahuannya, Mulla Shadra membagi pengetahuan menjadi dua jenis: pengetahuan husuli atau konseptual dan pengetahuan atau ilmu huduri. Bentuk pengetahuan ini menyatu dalam diri seseorang yang telah mencapai pengetahuan berperingkat tinggi. Bangunan epistimologi Mulla Shadra berkaitan erat dengan idenya tentang wahdah (unity), asalah (principality), tasykik (gradation) dan ide perubahan substantif. Menurut Sadra wujud atau realitas itu hanyalah satu yang membentuk hierarki dari debu hingga singgasana illahi. Tuhan sendiri adalah wujud mutlak yang menjadi titik wujud permulaan itu, dengan demikian Tuhan adalah transenden rantai wujud.

Bagi Shadra filsafat dapat dibedakan menjadi dua bagian utama: (1) bersifat teoritis, yang mengacu pada pengetahuan tentang segala sesuatu sebagaimana adanya. (2) bersifat praktis, yang mengacu pada pencapaian kesempurnaan yang cocok bagi jiwa. Mulla shadra memandang adanya titik temu antara filsafat dan agama sebagai satu bangunan kebenaran ia membuktikannya melalui pelacakan atas jejak-jejak kesejarahan manusia dan membentangkan seluruh faktanya. Menurut shadra ditiap tempat dalam kurun waktu tertentu selalu ada sosok yang bertanggung jawab dalam menyebarkan kebijakan (hikmah). Jika dikaitkan dengan teori pengetahuannya tampak bahwa titik pusat flsafat Mulla Shadra ialah pengalaman makrifat (al-irfan) tentang wujud sebagai hakikat atau kenyataan tertinggi. Bagi Mulla Shadra bukan keberadaan benda itu yang penting, melainkan penglihatan batin subjek yang mengamati alam keberadaan atau kewujudan.

4. Filsafat ketuhanan (metafisika)
Gagasan Mulla Shadra tentang Tuhan berbeda dengan gagasan ketuhanan yang dimiliki oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina. Mulla Shadra berpendapat bahwa ketidakbutuhan dan kesempurnaan esensi Tuhan tak cukup dengan menegaskan kekadiman dan kemanunggalan esensi Tuhan dan wujud. Dalam pandangannya teori bahwa Tuhan yang merupakan wujud murni dan basit, bukan dalil atas keniscayaan dan ketidakbutuhan mutlak Tuhan. Teori ini tak lain menegaskan bahwa maujud yang terasumsi merupakan maujud hakiki, bukan maujud majasi.

Dalam sistem metafisika hikmah Muta’aliyyah dengan berpijak pada teori kehakikian wujud, wujud Tuhan ditegaskan sebagai wujud berintensitas tinggi yang tak terbatas, sedangkan makhluk merupakan suatu wujud yang berintensitas rendah, membutuhkan dan mustahil menjadi sebab kehadiran bagi dirinya sendiri, karena itu dia harus bergantung pada wujud mutlak. Mulla Shadra beranggapan bahwa Tuhan secara mutlak memiliki kesempurnaan dan zat-Nya menyatu secara hakiki dengan sifat-Nya.

Perbedaan tuhan dengan makhluk tak dipahami sebagai dua realitas yang memiliki batasan dan garis pemisah. Tapi perbedaan keduanya terletak pada kesempurnaan Tuhan dan kekurangan makhluk, kekuatan-Nya dan kelemahannya. Oleh sebab itu perbedaan antara keduanya bukan perbedaan yang saling berhadapan, tapi perbedaan yang bersifat “mencakupi” dan “meliputi”. Dengan ungkapan lain segala wujud selain-Nya merupakan suatu rangkaian gradasi dan manifestasi cahaya Zat dan Sifat-Nya bukan sebagai realitas-realitas yang mandiri dan berpisah secara hakiki dari wujud-Nya. Kesatuan wujud dan maujud secara menyeluruh dan hakiki dalam realitas kemajemukan keduanya. Menurut Mulla Shadra, pemahaman tauhid seperti itu merupakan tingkatan tertinggi dari tauhid yang dimliki oleh para monoteis sejati.

Karakteristik al-hikmah al-muta’aliyah yang bersifat sintesis merupakan hasil kombinasi dan harmonisasi dari ajaran-ajaran wahyu, ucapan-ucapan para Imam, kebenaran-kebenaran yang diperoleh melalui penghayatan spiritual dan iluminasi intelektual, serta tuntutan-tuntutan logika dan pembuktian rasional. Sintesis dan harmonisasi ini bertujuan untuk memadukan pengetahuan yang diperoleh melalui sarana Sufisme atau ’irfan, Iluminasionisme atau isyraqiyyah, filsafat rasional atau yang identik dengan Peripatetik atau masysya’iyyah, dan ilmu-ilmu keagamaan dalam arti sempit, termasuk kalam. Dengan demikian, kemunculannya tidak dapat dipisahkan dari, dan harus dilihat dalam konteks aliran-aliran pemikiran Islam yang mendahuluinya.

Secara epistemologis, hikmah muta’aliyah didasarkan pada tiga prinsip, yaitu: iluminasi intelektual (dzawq atau isyraq), pembuktian rasional (‘aql atau istidlal), dan agama (syari’ atau wahyu). Hikmah Muta’aliyah dalam meraih makrifat menggunakan tiga sumber yaitu: argumen rasional (akal), penyingkapan (mukasyafah), al-Quran dan hadis Ahlulbait As, karenanya dikatakan paling tingginya hikmah.

Kunci filsafat Mulla Shadra untuk mencapai derajat hikmah muta’aliyah sebagai ajaran pokoknya, Shadra menawarkan empat tingkatan kesempurnaan akal yang juga menggambarkan gerakan konstan-vertikal dan skala wujud menuju kesempurnaan pengetahuan, juga sebagai dasar pemikiran filosofisnya. Pertama, perjalanan yang dimulai dari makhluk menuju hakikat kebenaran pencipta dengan melepas tabir kegelapan dan cahaya yang menghalangi seorang salik dan hakikat rohaninya. Kedua, perjalanan yang dimulai dari hakikat menuju hakikat dengan hakikat. Ketiga, dari hakikat kepada makhluk dengan hakikat. Keempat, perjalanan ini dari makhluk meuju makhluk dengan hakikat.

Biografi Mulla Shadra dan Karya-Karyanya

Disember 15, 2017 0

1. Biografi Mulla Shadra
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ibrahim bin Yahya al-Qawami al-Syirazy, yang bergelar ‘Shadr al-Din’ dan lebih popular dengan sebutan Mulla Shadra atau Shard al-Muta’alihin, dan dikalangan murid-murid serta pengikutnya disebut ‘Akhund’. Dia dilahirkan di Syiraz sekitar tahun 979-80 H/ 1571-72 M dalam sebuah keluarga yang cukup berpengaruh dan terkenal, yaitu keluarga Qawam. Ayahnya adalah Ibrahim bin Yahya al-Qawami al-Syirazy salah seorang yang berilmu dan saleh, dan dikatakan pernah menjabat sebagai Gubernur Propinsi Fars. Secara sosial-politik, ia memiliki kekuasaan yang istimewa di kota asalnya, Syiraz.

Pendidikan formal Mulla Shadra tampaknya telah mempersiapkan dirinya untuk mengemban tugas yang maha besar ini. Mengikuti penjelasannya sendiri dalam Al-Asfhar Al-Arba’ah, para sejarawan membagi biografi Mulla Shadra ke dalam tiga periode: Periode pertama, pendidikan formalnya berlangsung di bawah guru-guru terbaik pada zamannya. Tidak sama seperti filosof lainnya, dia menerima pendidikan dari tradisi Syiah: fiqih Ja’fari, ilmu hadis, tafsir dan syarah Al-Qur’an di bawah bimbingan Baha‘uddin al-‘amali (w. 1031 H/1622 M), yang meletakkan dasar fiqih baru Syi’ah. Selanjutnya ia belajar pada filosof peripatetik Mir Fenderski (w. 1050 H/1641 M) namun gurunya yang utama adalah teolog-filosof, Muhammad yang dikenal sebagai Mir Damad (1041 H/1631 M). Damad nampaknya merupakan pemikir papan atas yang mempunyai orisinilitas dan juga dijuluki Sang Guru Ketiga (setelah Aristotles dan Al-Farabi). Tampaknya, ketika Mulla Shadra ini muncul, filsafat yang ada, dan yang umumnya diajarkan, adalah tradisi neoplatonik-peripatetik Ibn Sina dan para pengikutnya. Pada abad ke 6 H/ke 12 M, Suhrawardi telah melakukan kritik terhadap beberapa ajaran dasar parepatetisme. Ialah yang meletakkan dasar-dasar bagai filsafat Illuminasionis yang bersifat mistis (Hikmat al-Isyraq).

Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Mulla Shadra terpaksa meninggalkan Isfahan, karena kritik sengit terhadap pandangan-pandangannya dari Syi’ah dogmatis. Dalam periode kedua, dia menarik diri dari khalayak dan melakukan uzlah di sebuah desa kecil dekat Qum. Selama periode ini,  pengetahuan yang diperolehnya mengalami kristalisasi yang semakin utuh, serta menemukan tempat dalam mengasah kreativitasnya. Beberapa bagian dari Al-Asfar al-Arba’ah disusunnya pada periode ini. Dalam periode ketiga, dia kembali mengajar di Syiraz, dan menolak tawaran untuk mengajar dan menduduki jabatan di Isfahan. Semua karya pentingnya dia hasilkan dalam pereode ini. Dia tidak berhenti untuk menghidupkan semangat kontemplatifnya dan juga melakukan praktek asketis sebagaimana disebutkan dalam karyanya sehingga beberapa argument filosofisnya dia peroleh melalui pengalaman-pengalaman visionernya (mukasyafah).

Dengan demikian, sistem pemikiran Mulla Shadra yang khas tumbuh, yang kelihatannya benar-benar berbeda dari situasi intelektual dan spiritual pada masanya. Kesalehannya terhadap agama dapat ditunjukkan antara lain oleh kenyataan bahwa ia dikatakan meninggal di Basrah pada 1050 H/1641 M saat pulang menunaikan ibadah haji yang ketujuh kalinya. 

2. Karya Mulla Sadra
Sebagai penerus aliran isyraq dan penyempurna berbagai aliran filsafat islam sebelumnya, tentu saja hal itu memberi dampak terhadap kuantitas karya Mulla Shadra. Penulis sajikan karya-karya besar dari seorang Mulla Shadra lebih dari 20 karya yang ditulisnya, sebagai berikut.

  • Al-Hikmah Al-Muta’aliyah fi Asfar Al-Aqliyah Al-Arba’ah (teosofi transcendental yang membicarakan empat perjalanan akal pada jiwa). Lebih dikenal dengan sebutan Asfar. Kitab ini merupakan karya monumental karena menjadi dasar bagi karya pendeknya, juga menjadi risalah pemikiran pasca Avicennian pada umumnya. Kitab ini menjelaskan penggambaran intelektual dan spiritual manusia ke hadirat Tuhan. Juga memuat hampir semua persoalan yang berkaitan dengan wacana pemikiran dalam islam; ilmu kalam, tasawuf, dan filsafat. Penyajiannya menggunakan pendekatan morfologis, metafisis dan historis. Hingga saat ini kitab Asfar digunakan sebagai teks tertinggi dalam memahami hikmah dan hanya digunakan oleh mereka yang telah memahami teks-teks standar ilmu kalam syi’ah imamiyah, filsafat paripatetis, neoplatonisme yang dikembangkan oleh Ibnu Sina, teosofi isyraqi Suhrawardi, dasar-dasar ajaran gnostic Ibnu Arabi dan wahyu, termasuk didalamnya sabda Nabi dan para imam Syi’ah.
  • Al-Hasyr (tentang kebangkitan)
  • Al-hikmah Al-Arsyiyah (hikmah diturunkan dari ‘Arsy ilahi)
  • Hudus Al-Alam (penciptaan alam)
  • Kasr Al-Ashnam Al-Jahiliyah fi dhaimni Al-Mutashawifin (permusuhan berhala jahiliyah dalam mendebati mereka yang berpura-pura menjadi ahli sufi)
  • Kalq Al-A’mal
  • Al-Lama’ah Al-Masyriqiyah fi Al-funnun Al-Mantiqiyah (percikan cahaya iluminasionis dalam seni logika)
  • Al-Mabda wa Al-Ma’ad (permulaan dan pengembalian)
  • Mafatih Al-Ghaib (kunci alam gaib)
  • Kitab Al-Masya’ir (kitab penembusan metafisika)
  • Al-Mizaj (tentang perilaku perasaan)
  • Mutasyabihat Al-Qur’an (ayat-ayat mutsyabihat dalam Al-Qur’an)
  • Al-Qadha wa Al-Qadar fi Af’ali Al-Basya (tentatng masalah Qada’ dan Qadar dalam perbuatan manusia)
  • As-Syawahid Ar-Rububiyah fi Al-Manahij As-Sulukiyah (penyaksian ilahi akan jalan kesederhanaan rohani)
  • Sharh-I Shafa
  • Sharh-I Hikmat Al-Ishraq
  • Ittihad Al-‘aquil wa’l-Ma’qul
  • Ajwibah Al-Masa’il
  • Ittisaf Al-Mahhiyah bi’l wujud
  • Limmi’yya ikhtisas Al-Mintaqah.
  • Khalq al-A’mal
  • Zad Al-Musafir.
  • Isalat-I Ja’l-i Wujud
  • At-Tashakhkhus.
  • Sarayan Nur Wujud
  • Al-Hashriyyah.
  • Al-alfazh Al-Mufradah
  • Radd-I Shubahat-I Iblis
  • At-Tanqih.
  • At-Tasawwur wa’l-Tasdiq
  • Diwan Shi’r.

Dalam hal ini berlaku pula kepada Mulla Shadra memiliki pelanjut dan pengembang filsafatnya karena keberhasilan seorang guru ditentukan seberapa banyak murid-muridnya yang mengembangkan ilmunya.
1.    Faidh Al-Kasyani ( Muhammad bin Murtadda dikenal sebagai Mulla Muhsin)
2.    Abdurrazaq Lahiji
3.    Murid lain yang tidak terkenal seperti dua murid diatas adalah Mulla Husain tunkabuni.
4.    Muhammad bin Ali Ridha bin Aqa Jani.
5.    Mulla Alinnuri, Mulla Ismail Khawaju’I, Mulla Hadi Sabziwai dan Mulla Hadi Mudarits.

Referensi:
Dedi Supriadi. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Empat Pilar Pembelajaran UNESCO

Disember 10, 2017 0

Pilar merupakan tegak dan kokoh. Dalam sistem pendidikan juga demikian terdapat pilar yang merupakan sebuah penopang atau penyangga, dalam sebuah bangunan pilar yang dapat membuat bangunan berdiri menjadi penyangga sehingga sebuah sistem dapat berdiri untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan.

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan. Namun dalam dunia pembelajaran, dihadapkan dan beradaptasi dengan berbagai tantangan. Maka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya memberikan resep yang disebut dengan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together.

1.    Learning to know (Belajar untuk mengetahui)
Learning to know (Belajar untuk mengetahui) memiliki pengertian bahwa ketika kita belajar kita akan menjadi tahu. Bahasa mudahnya dari mulai tidak tahu menjadi tahu. Learning to know (Belajar untuk mengetahui), berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan.

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.

Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.

2.    Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu)
learning to do adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Learning to do maksudnya setelah kita mengetahui hal-hal yang baru dari pembelajaran yang kita lakukan, kita bisa melakukan sesuatu karya atau bentuk pekerjaan nyata dari ilmu yang telah diserap. Pembelajaran ini menyiratkan bahwa siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terealisasikan. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan.

3.    Learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu)
Learning to be ini maksudnya adalah setelah kita mengetahui, kita dapat melakukan, kita dapat membaginya dengan orang lain, kita dapat membuat sesuatu yang lebih baik. Baik itu bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Pengarjaran ini menitik beratkan kepada peserta didik untuk siap terjun ke masyarakat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran ini adalah sikap percaya diri.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Artinya, bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan cita-citakan. Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya.

4.    Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Learning to live together maksudnya dengan kita mengetahui dan kita dapat melakukan sesuatu dari apa yang kita pelajari, selanjutnya kita dapat melakukannya untuk diri kita sendiri dan juga untuk orang lain yang ada di sekitar kita. Pada pilar ketiga ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan di sekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.

Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).

Mutu Manikam dari Kitab Al-Hikam: Penjelasan Tentang Orang-Orang yang Arif

Disember 02, 2017 0

"Tanda-tanda orang yang arif dalam amal, ia tidak membanggakan amal ibadahnya. Berkurangnya harapan kepada Allah ketika terjadi kekhilafannya kepada Allah"

Orang yang arif adalah orang yang tidak membanggakan amal ibadahnya. Orang seperti ini kurang pengharapannya kepada Allah ketika ia berhadapan dengan rintangan yang menimpa. Sedangkan sifat orang yang bijaksana dalam meneguhkan imannya kepada Allah selalu berpegang teguh (istiqamah) kepada kekuasaan yang ada pada Allah.

Para arifin dalam imannya kepada Allah selalu menyaksikan kebenaran-Nya dari atas permadani hidupnya. Ia tidak dapat memutuskan hubungannya dengan Allah karena telah menyaksikan kebesaran Allah dari hidupnya sendiri. Ia tidak menjadikan amal ibadahnya sebagai kebanggaan hidupnya, tetapi ia jadikan sebagai suatu kewajiban seorang hamba kepada Khaliq yang senantiasa ia kuatirkan kalau-kalau ibadahnya itu tidak diterima oleh Allah.

Orang arifin yang selalu memperhatikan dirinya dan menguatirkan amalnya dengan harapan rahmat dari Allah, menempatkan diri mereka dengan jiwa yang waspada dan tenang. Karena kewaspadaan jiwa dalam ibadah serta ketenangannya akan memberikan manusia sifat-sifat utama yang terdengar dari suara hati nuraninya sendiri yang suci bersih. 

Adapun orang yang berbuat dosa dan kesalahan, akan tetapi ia enggan mengharapkan rahmat dan ampunan Alah, maka ia telah menumbuhkan rasa angkuh akan kemampuan dirinya tanpa rahmat dan pertolongan Allah. Orang ini telah mengesampingkan Allah dalam tauhidnya. Orang seperti ini telah melibatkan dirinya dalam dosa dan kesalahan.

Pengharapan kepada Allah selalu menjadi hiasan hati orang-orang arif, selalu menjadi keinginan manusia yang beriman akan kebutuhannya kepada Allah, karena meyakini pemberian Allah itu sangat luas, dan rahmat Allah sangat banyak. Apabila suatu saat si hamba Allah ini tergelincir dalam perbuatan maksiat, ia akan menemukan jalan keluar, karena rahmat dan kecintaan Allah akan melepaskannya. Karena si hamba yakin kasih sayang Allah akan mendatanginya, melindungi dan memberikan pertolongan kepadanya.

Pemberian Allah berupa rahmat dan pertolongan akan diterima seorang hamba apabila si hamba yang berlumuran dosa sadar akan kelemahan dirinya, dan yakin kepada rahmat-Nya. Keyakinan seperti ini akan memberi peluang bagi manusia berdosa agar cepat-cepat bertobat dan memohon ampunan kepada Allah, seperti yang ia yakini sebagai satu-satunya tempat ia bersandar.

Tobat bagi seorang yang arif adalah pertanda nuraninya masih hidup dan jiwanya masih dibakar oleh iman, sehingga ia tidak berputus asa menghadapi segala sesuatu yang ada padanya, sebagai kenyataan yang tidak boleh dielakkan. Mereka yang berpribadi seperti ini adalah kelompok orang yang ditegaskan oleh Al-Qur'an sebagai golongan kanan (ashabul yamin).

Sesungguhnya Allah telah menciptakan agama untuk manusia bersamaan dengan memberikan kemampuan mereka untuk beramal. Karena dengan amal itu manusia akan berupaya melepaskan dirinya dari dosa dan kesalahan, serentak akan memberikan tempat kepadanya hiasan keutamaan diri.

Iman yang paling tinggi kualitasnya adalah iman yang mampu melepaskan dirinya dari belenggu yang membebaninya melalui ujian. Inilah watak yang paling berharga, ketika seorang mukmin sadar akan dirinya atas pemberian rahmat dan karunia Allah yang begitu banyak yang telah ia terima. Oleh karena belenggu dosa yang begitu banyak membebani dirinya dan terikat dalam hatinya, si hamba tidak merasakan rahmat dan nikmat Allah yang telah banyak diterimanya.

Berpikir dengan akal sehat itu lebih utama dan lebih agung pahalanya dari berpikir dengan akal yang sakit oleh karena dosa yang menjauhkannya dari rahmat Allah. Karena rahmat Allah itu dekat dengan orang beriman, sesuai dengan firman Allah, "Sesungguhnya Allah dekat dengan orang-orang yang berbuat baik (orang beriman)." 

Demikian juga ketaatan kepada Allah bukanlah suatu amal yang harus dipamerkan atau semisalnya, karena ketaatan adalah hiasan jiwa yang bertahtakan ketulusan di dalamnya. Ketaatan itu sendiri belum menjadi jaminan seorang untuk masuk surga. Karena hal ini memerlukan ujian yang sangat istimewa. Sebab pada dasarnya ketaatan adalah karunia yang sangat mahal harganya bagi hamba Allah yang perlu mendapatkan penjagaan terus menerus sepanjang hayatnya. Setiap karunia yang menjadi anugerah Allah berupa apapun, terutama jiwa yang taat, adalah merupakan hidayah dari Allah.

Meyakini bahwa iman dan ketaatan seorang hamba kepada Khaliqnya adalah hidayah Allah, maka seorang hamba yang arif akan selalu memberi bobot jiwanya serta menghindarkan dari dirinya kedengkian, kesombongan, demikian juga kebanggaan. Sebab sifat yang disebut terakhir akan memberi kesempatan kepada iblis mendapat tempat dalam ruang jiwa kita. Hal ini sangat berbahaya.

Keimanan kepada Allah sebagai penangkal bagi orang mukmin yang arif adalah perisai yang paling ampuh, dan senjata yang paling tajam, berhadapan dengan musuh Allah dan musuh orang beriman, yakni iblis. Hanya dengan iman dan islam yang telah dipilih Allah yang akan mampu memberikan kekuatan dan senjata pamungkas. Hamba Allah yang mempergunakan Islam sebagai senjata melawan iblis itulah yang akan mendapatkan kemenangan dan kasih sayang-Nya. Karena Allah telah mengingatkan, "Barangsiapa yang mengikuti agama yang bukan agama Islam maka tidak diterima amal ibadahnya, sedangkan di alam akhirat ia termasuk orang yang rugi." (QS. Ali-Imran : 85).

Ketahuilah bahwasannya berpegang teguh pada keutamaan dan kemuliaan lebih diperlukan daripada berpegang kepada perbuatan yang bertentangan dengan peraturan Islam, satu amal yang tercela. Adapun perbuatan yang tercela itu datang mengunjungi kita disebabkan jiwa kita tentang kebenaran dan kemuliaan sangat minim. Sedangkan memenuhi jiwa kita dengan ajaran-ajaran islam adalah wajib, agar kita terhindar dari pengaruh ajaran dan pemikiran yang bukan Islam. Agama Islam itu wajib dijadikan hujjah dalam perjalanan hidup kita, agar terhindar dari perbuatan yang bebal dan bodoh.

Orang yang membanggakan amal ibadahnya berarti ia menyandarkan dirinya hanya kepada amal ibadahnya, dan hal ini tidak diperkenankan dalam syariat Islam. Semua amal ibadah hanyalah disandarkan kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Qur'an: "Dengan karunia dan rahmat Allah jualah hendaklah kamu bergembira karenanya. Sebab karunia dan rahmat Allah itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. Yunus : 58).

Berbangga kepada amal ibadah yang telah dilaksanakan sama dengna syirik. Karena perbuatan seperti itu selain membanggakan diri di hadapan Allah bahwa ia telah bisa beramal dan beribadah, ia pun telah mendahului Allah. Seakan-akan amal ibadahnya telah diterima Allah. Orang seperti ini seakan-akan amal itu datang dari kemempuannya sendiri, lalu mengandalkan amal untuk mencapai tujuan.

Orang-orang arif dan bermakrifat kepada Allah lebih banyak bersyukur kepada-Nya karena banyak kesempatan baginya untuk beramal. Dengan rahmat dan kasih sayang itulah ia mampu melaksanakan semua amal ibadahnya dalam kehidupan dunia ini.

Wallahu a’lam bish-shawabi...

Model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry)

November 06, 2017 0

Pengertian Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry)
Model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) adalah model pembelajaran yang dipelopori dan dikembangkan oleh Donal Oliver dan James P.Shaver. Menurut Donal Oliver dan James P. Shaver (dalam Wena, 2009:71), model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) mengajarkan siswa untuk menganalisis dan berfikir secara sistematis dan kritis terhadap isu-isu yang sedang hangat di masyarakat. Model pembelajaran ini didasarkan atas pemahaman masyarakat dimana setiap orang berbeda pandangan dari prioritas satu sama lain, dan nilai-nilai sosialnya saling berkonfrontasi satu sama lain. Memecahkan masalah kompleks dan kontroversial di dalam konteks aturan sosial yang produktif membutuhkan warga negara yang mampu berbicara satu sama lain dan bernegosiasi tentang keberbedaan tersebut.

Model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) mengajarkan siswa untuk berfikir kritis terhadap isu-isu sosial. Hitchcock (dalam Robert E. Slavin, 1994: 258) mengatakan bahwa  “one key objective of schooling is enhancing students abilities to think critically, to make rational decisions about what to believe.” Salah satu tujuan utama dari pendidikan adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis, untuk membuat keputusan yang rasional tentang apa yang harus percaya.

Hamzah B. Uno (2007:31) mengemukakan bahwa “model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) membantu siswa untuk belajar berpikir secara sistematis tentang isu-isu kontemporer yang sedang terjadi dalam masyarakat”. Dengan memberikan mereka cara-cara menganalisis dan mendiskusikan isu-isu sosial, model pembelajaran ini membantu siswa untuk berpartisipasi dalam mendefinisikan ulang nilai-nilai sosial. Selain itu, model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) melatih siswa untuk peka terhadap permasalahan sosial, mengambil posisi (sikap) terhadap permasalahan tersebut, serta mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid. Model ini juga dapat mengajarkan siswa untuk dapat menerima atau menghargai sikap orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin bertentangan dengan sikap yang ada pada dirinya. Atau sebaliknya, ia bahkan menerima dan mengakui kebenaran sikap orang lain yang diambil terhadap suatu isu sosial tertentu.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry)  adalah model pembelajaran yang mengajari siswa untuk menganalisis dan berfikir secara sistematis dan kritis terhadap isu-isu yang sedang hangat di masyarakat serta mampu memecahkan masalah kompleks dan kontroversial di dalam konteks aturan sosial yang produktif. Penerapan strategi pembelajaran Inkuiri Jurisprudensial lebih cocok diterapakan pada siswa SMA maupun SMK yang memiliki perkembangan daya nalar yang lebih baik dibandingkan dengan usia anak dibawahnya. Pelaksanaan model Pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) hendaknya diterapkan pada materi-materi yang relevan dan aktual, atau kasus-kasus yang masih hangat terjadi.

Langkah-langkah Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry)
Made Wena (2009:132) mengemukakan langkah-langkah model Pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) meliputi:
  1. Orientasi terhadap kasus;
  2. Mengidentifikasi isu;
  3. Pengambilan posisi (sikap);
  4. Menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil;
  5. Memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap); dan
  6. Menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi.
Keunggulan Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry)
Model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) merupakan nodel pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki keunggulan diantaranya:
  1. Model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) merupakan model pembelajaran yang menekankan pada  pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
  2. Model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
  3. Model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) merupakan model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
  4. Keunggulan lain dari model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) adalah dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata, yang artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Kelemahan Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry)
Disamping memiliki keunggulan, model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) juga memiliki kelemahan diantaranya:
  1. Jika dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry), maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
  2. Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
  3. Terkadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan.
  4. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran, maka model pembelajaran Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry) akan sulit diimplementasikan oleh guru.

Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)

November 03, 2017 0
Pengertian Bermain Peran (Role Playing)
Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana peserta didik membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).

Model Pembelajaran Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.

Langkah-langkah Bermain Peran (Role Playing)
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
  1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
  2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar.
  3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang.
  4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
  5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
  6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
  7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
  8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
  9. Guru memberikan kesimpulan secara umum.
  10. Evaluasi.Penutup.
Keunggulan Bermain Peran (Role Playing)
Ada beberapa keunggulan dengan menggunakan metode role playing, di antaranya adalah:
  1. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.
  2. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
  3. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan.Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan di bahas dalam proses belajar.
Kelemahan Bermain Peran (Role Playing)
Disamping memiliki keunggulan, metode role playing juga mempunyai kelemahan, di antaranya adalah:
  1. Bermain peran memakan waktu yang banyak.
  2. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan diperankannya.
  3. Bermain peran tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.
  4. Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh.Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

Karakteristik dan Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam

Oktober 22, 2017 0

A. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam
Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Al Syaibani haruslah memiliki ciri - ciri sebagai berikut:

1. Kurikulum Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak. Agama dan akhlak itu harus diambil dari al-Quran dan hadis serta contoh  dari tokoh-tokoh terdahulu yang shaleh.

2. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan perkembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani. Untuk  pengembangan menyeluruh ini kurikulum harus berisi mata pelajaran yang banyak, sesuai dengan tujuan pembinaan setiap aspek itu.

3. Kurikulum Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia. Keseimbangan itu telah bersifat relative karena tidak dapat diukur secara objektif.

4. Kurikulum Pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu ukir, pahat, tulis indah, dan sejenisnya. Selain itu, memperhatiakan juga pendidikan jasmani, latihan militer, teknik, keterampilan, dan bahasa asing sekalipun semuanya ini diberikan kepada perseorangan secara efektif berdasarkan bakat, minat dan kebutuhan.

5. Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan - perbedaan kebudayaan yang sering terdapat ditengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. Kurikulum dirancang sesuai kebudayaan itu.

B. Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam
Pada dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan Islam dapat dirangkum menjadi lima, yaitu:

1. Orientasi pada pelestarian nilai - nilai
Dalam pandangan Islam nilai terbagi dua macam, yaitu nilai yang turun dari Allah SWT yang disebut dengan nilai ilahiah, dan nilai yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut nilai insaniah. Kedua nilai ini selanjutnya membentuk norma - norma atau kaidah - kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang mendukungnya.

Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai kewajiban untuk memahami, menghayati, mengamalkan dan melestarikan nilai yang disepakati. Upaya itu harus ditopang oleh dua komitmen, yaitu komitmen terhadap ”vertical relation” (hablu minallah) dan komitmen terhadap ‘’horizontal relation’’ (Hablu minan nas). Dengan demikian tugas kurikulum pendidikan adalah memberikan situasi - situasi dan program tertentu untuk tercapainya pelestarian terhadap kedua nilai tersebut, orientasi ini memfokuskan kurikulum sebagai alat untuk melestarikan nilai - nilai universal dan obyektif absolute (nilai - nilai ilahiah) yang secara intrinsiknya tetap dilestarikan sampai pada generasi berikutnya, namun konfigurasinya dapat didinamiskan sesuai dengan tuntutan zaman, keadaan, dan tempat. Sebaliknya nilai - nilai yang bersifat subyektif (nilai insaniah), tidak merubah intrinsic maupun konfigurasinya, dapat diubah menurut perkembangan, dengan syarat tidak menimbulkan keresahan dan kebimbangan masyarakat.

Selain itu,aktivitas kurikulum harus memberikan nuansa - nuansa baru dalam memberikan wawasan pelestarian dan pengembangan nlai - nilai dan dapat menempatkan proporsi sebagaimana mestinya. 

2. Orientsasi pada tenaga kerja
Manusia sebagai makhluk biologis memiliki unsur mekanisme jasmani yang membutuhkan kebutuhan - kebutuhan lahiriyah, misalnya sandang, pangan dan papan. (Q.S Al Baqarah, al Kahfi: 77, 82), dan kebutuhan biologis lainnya. Kebutuhan -kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara layak, dan salah satu diantara persiapan adalah melalui pendidikan. Sebagai konsekuensinya, kurikulum pendidikan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kerja. Setelah lulus dari lembaga sekolah, peserta didik diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan yang professional, produktif, kreatif, dan penuh inovatif, mampu memberdayakan sumber daya alam dan sumber daya situasi yang memengaruhinya.

3. Orientasi sosial / Demand
Orientasi kurikulum adalah bagaimana memberi kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan kebutuhannya, sehingga output di lembaga pendidikan mampu menjawab dan mengejawantahkan masalah - masalah yang dihadapi masyarakat.

Untuk mewujudkan orientasi kebutuhan sosial, Abu A’la al Maududi merumuskan tujuh pola prinsip umum pengaturan kehidupan sosial, yang mungkin dapat diterapkan dan dijadikan pedoman dalam urusan kurikulum pendidkan Islam, yaitu: (1) saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (QS. al maidah : 2); (2) persahabatan dan permusuhan seseorang harus ditujukan untuk mencapai ridha Allah SWT; (3) manusia adalah sebaik - baik umat yang mengajak pada kebjikan dan melarang berbuat kemungkaran (Q.S Ali imran : 110); (4) jauhilah dirimu dari buruk sangka; (5) jangan membantu orang berbuat jahat; (6) jangan mendukung orang yang salah; (7) sayangilah orang lain seperti menyayangi dirimu sendiri.

4. Orientasi pada peserta didik
Orientasi ini memberikan kompas kepada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuannya. Untuk merealisasikan orientasi pada kebutuhan peserta didik, Benjamin S Bloom, sebagaimana yang dikutip Ahmad Tafsir, mengemukakan taksonomi dengan tiga domain, yaitu domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotorik.

5. Orientasi pada masa depan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Hampir semua kehidupan dewasa ini tidak lepas dari keterlibatan iptek, mulai dari kehidupan yang paling sederhana sampai pada kehidupan peradaban yang paling tinggi. Dengan iptek masalah yang rumit dapat menjadi mudah. Melihat kondisi tersebut, tuntutan pendidikan adalah membuat dan mengaplikasikan kurikulum pendidikan yang selaras dengan kemajuan iptek. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melandasi kurikulum tersebut dengan nilai - nilai universal yang abadi, dan mengorientasikannya kepada futuristic dengan menerima sejarah dan peristiwa masa lalu untuk diantisipasi dan dibuat referensi pada perkembangan masa depan (Q.S Ar Rum : 42, Al Hasyr : 18). Serta mempertimbangkan dimensi masa depan dengan segala aspeknya, meliputi dimensi kehidupan sosial, biologis psikologis, dan religius.   (Muhaemin, Op cit ).

Pemanfaatan pengetahuan harus ditujukan untuk mendapatkan kemanfaatan dari pengetahuan itu sendiri, menjaga keseimbangan alam semesta ini dengan melestarikan kehidupan manusia dan alam sekitarnya, yang sekaligus sebuah aplikasi dari tugas kekhalifahan manusia di muka bumi. Dan pemanfaatan pengetahuan adalah bertujuan untuk ta’abud kepada Allah, Tuhan semesta alam.

Dari deskripsi singkat di atas, dapat dipahami bahwa Al-Qur’an telah memberikan rambu-rambu yang jelas kepada kita tentang konsep pendidikan yang komprehensif. Yaitu pendidikan yang tidak hanya berorientasi untuk kepentingan hidup di dunia saja, akan tetapi juga berorientasi untuk keberhasilan hidup di akhirat kelak. Karena kehidupan dunia ini adalah jembatan untuk menuju kehidupan sebenarnya, yaitu kehidupan di akhirat.

Karakteristik Evaluasi Pembelajaran

Oktober 13, 2017 0

Secara sederhana, Zainal Arifin (2011 : 69) mengemukakan karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah “valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional”.

1. Kevalidan
Valid artinya suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Misalnya, alat ukur matapelajaran Ilmu Fiqih, maka alat ukur tersebut harus betul-betul dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam mempelajari Ilmu Fiqih, tidak boleh dicampuradukkan dengan materi pelajaran yang lain. Validitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain validitas ramalan (predictive validity), validitas bandingan (concurent validity), dan validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan lain-lain.

2. Realible
Reliabel artinya suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent). Misalnya, suatu alat ukur diberikan kepada sekelompok peserta didik saat ini, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok peserta didik yang sama pada saat yang akan datang, dan ternyata hasilnya sama atau mendekati sama, maka dapat dikatakan alat ukur tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi.

3. Relevan
Relevan artinya alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan. Alat ukur juga harus sesuai dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jangan sampai ingin mengukur domain kognitif menggunakan alat ukur non-tes. Hal ini tentu tidak relevan.

4. Representatif
Representatif artinya materi alat ukur harus betul-betul mewakili dari seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila guru menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana materi yang bersifat aplikatif dan mana yang tidak, mana yang penting dan mana yang tidak.

5. Praktis
Praktis artinya mudah digunakan. Jika alat ukur itu sudah memenuhi syarat tetapi sukar digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari pembuat alat ukur (guru), tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan alat ukur tersebut.

6. Deskriminatif
Deskriminatif artinya adalah alat ukur itu harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu alat ukur, maka semakin mampu alat ukur tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti. Untuk mengetahui apakah suatu alat ukur cukup deskriminatif atau tidak, biasanya didasarkan atas uji daya pembeda alat ukur tersebut.

7. Spesifik
Spesifik artinya suatu alat ukur disusun dan digunakan khusus untuk objek yang diukur. Jika alat ukur tersebut menggunakan tes, maka jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi atau spekulasi.

8. Proporsional
Proporsional artinya suatu alat ukur harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara sulit, sedang dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis alat ukur, baik tes maupun non-tes.

Guitar chords UNIC - Insan Bernama Kekasih

Oktober 10, 2017 0

C   G           F    C       G      Am
Debar hatiku, Membisik rindu
C  G          F                      G
Ingin aku katakan, Kau gadis idaman
CG          F               C     G         Am
Adakah mungkin, Kau kumiliki
C   G           F                G
Untuk aku jadikan, Insan bernama kekasih

C         G                    F
Keayuan yg tergambar lukisan nur iman
C               G                 F
Bersulamkan keindahan santun perkataan
Am          G                    F
Bagai putih salju mendinginkan hangat perasaan
Am            G              F
Mengusir segala resah di jiwa

C                          G                           Am                           Em
Kusampaikan salam ucapan mesra dan merisik khabar berita
F                        G                C                 G
Masihkah ada peluang untukku melafazkan cinta
C                           G                       Am                                Em
Umpama rembulan jatuh ke riba mendengar khabaran darinya
F                   G                    C
Padaku kau memendam rasa

Am     G             F
PadaMu oh Tuhan kumohonkan keredaan
Am             G                   F   Fm                              C
Nur kasih yang kudamba kekal hingga ke syurga

C              G                 F
Hanya satu yg kupinta kebaikan darinya
C           G             F
Moga dipeliharakan tulus cinta kita
Am        G                 F
Agar kukuh ikatan yang murni bahagia selamanya
Am            G                 F
Dengan lafaz pernikahan yg mulia

C                          G                        Am                     Em
Datanglah kasihmu dalam diriku menghiasi ruang hatiku
F                          G                       C                      G
Akanku sambutnya dengan sujud penuh kesyukuran
C                   G                             Am                         Em
Kuharap jalinan kan berpanjangan selagi kasih yang terbina
F                G               C
Kerana cinta kepadaNya

C                          G                           Am                           Em
Kusampaikan salam ucapan mesra dan merisik khabar berita
F                        G                C                    G
Masihkah ada peluang untukku melafazkan cinta
C                           G                      Am                                Em
Umpama rembulan jatuh ke riba mendengar khabaran darinya
F                    G                   C
Padaku kau memendam rasa

C     G       F         C    G        Am
Kau ku sayangi, Teman sejati
C G                F                       G                              C
Dikaulah sesungguhnya, Insan bernama kekasih

Hak dan Kewajiban Tenaga Pendidik

Oktober 01, 2017 0

Guru sebagai jabatan profesional yang dituntut memiliki keahlian khusus, diharapkan betul-betul mengarahkan seluruh perhatiannya agar selalu dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu, guru harus diberikan hak-hak tertentu sehingga mereka dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya.

Di dalam UU R.I. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesiona-lan, guru berhak:
1. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimun dan jaminan kesejahteraan sosial;
2. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
3. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
4. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
5. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menjaga kelancaran tugas keprofesionalan;
6. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
7. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
8. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
9. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
10. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
11. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Guru merupakan salah satu profesi dari tenaga kependidikan. Guru bertugas untuk mengajar dimana mengajar merupakan pelaksanaan proses pembelajaran dan menjadi proses yang paling penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengabdian guru dalam dunia pendidikan yang sangat besar tersebut sangat memberikan kontribusi yang tinggi dalam rangka mencapai tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai yang tertera pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Guru profesional dituntut memiliki kompetensi-kompetensi khusus. Selain itu, guru juga dituntut melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Di dalam pasal 20 UU R.I. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya mempunyai beberapa kewajiban, yaitu:

1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
3.  Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
4.  Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
5.  Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang tersebut di atas, seorang guru akan tetap dapat eksis di tengah-tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Demikian pula para peserta didik akan semakin hormat kepadanya karena mereka melihat guru mereka sebagai sosok yang senantiasa dapat ditiru dan digugu.

Cukup seimbang memang jika dilihat perbandingan antara hak dan kewajiban profesi guru. Keseimbangan antara hak dan kewajiban ini yang membuat guru mampu bekerja secara optimal dan menerima timbal balik yang pantas serta melaksanakan tugas sesuai dengan kode etik guru. Tidak ada guru yang lebih banyak hak dari pada kewajiban yang dilakukan dan begitu pula sebaliknya lebih banyak kewajiban dari pada hak yang diterima, meskipun demikian memang masih banyak saja hal ini terjadi.

Namun cukup ironis juga ketika masih banyak guru yang sudah melaksanakan kewajiban namun belum mendapatkan hak-hak yang semestinya bisa mereka dapatkan. Terutama di daerah yang jauh dari kota, selain sarana dan prasarana yang masih kurang, kesejahteraan kehidupan guru yang bisa dicapai dari penerimaan hak belum mampu dinikmati seluruh guru. Ya, memang pemerataan pendidikan di Indonesia masih belum dapat dicapai, sebuah tugas bagi seluruh masyarakat Indonesia agar hal ini dapat diwujudkan sehingga cita-cita bangsa dapat digapai melalui pendidikan yang baik.

Ontologi Pengetahuan Mistik

September 24, 2017 0

1. Hakikat Pengetahuan Mistik
Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional, ini pengertian yang umum. Adapun pengertian mistik dikaitkan dengan agama ialah pengetahuan ajaran atau keyakinan tentang Tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio (A.S. Hornby, A Leaner’s Dictionary of Current English, 1957 : 828).

Di dalam Islam, yang termasuk pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang di peroleh melalui jalan tasawuf atau pengetahuan mistik yang memang tidak di peroleh melalui indera atau jalan rasio. Pengetahuan mistik juga disebut pengetahuan yang supra-rasional tetapi kadang-kadang memiliki bukti empiris.

Pengetahuan mistik juga sering disebut dengan pengetahuan metafisika yang artinya cabang filsafat yang membicarakan hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata. Metafisika itu sendiri berasal dari kata ‘meta’ dan ‘fisika’. Meta berarti ‘sesudah’, ‘selain’, atau ‘di balik’. Fisika yang berarti ‘nyata’, atau ‘alam fisik’. Dengan kata lain, metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata.

Berdasarkan arti tersebut mistik sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme, merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama bagi penganutnya.

Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat  mendasar yang berada di luar pengalaman manusia. Ditinjau dari segi filsafat secara menyeluruh Metafisika (Mistik) adalah ilmu yang memikirkan hakikat di balik alam nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindra.

Metafisika mengkaji segala sesuatu secara komprehensif. Menurut Asmoro Achmadi (2005;14), metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat “keluarbiasaan” (beyond nature), yang berada di luar pengalaman manusia (immediate experience). Menurut Ahmadi, metafisika mengkaji sesuatu yang berada di luar hal-hal yang berlaku pada umumnya (keluarbiasaan), atau hal-hal yang tidak alami, serta hal-hal yang berada di luar kebiasaan atau diluar pengalaman manusia.

Aristoteles menyinggung masalah metafisika dalam karyanya tentang ‘filsafat pertama’, yang berisi hal-hal yang bersifat ghaib. Menurutnya, ilmu metafisika termasuk cabang filsafat teoretis yang membahas masalah hakikat segala sesuatu, sehingga ilmu metafisika menjadi inti filsafat.

2. Struktur Pengetahuan Mistik
Dilihat dari sifatnya kita membagi mistik menjadi dua bagian yaitu mistik biasa dan misitk magis. Mistik-biasa ialah mistik tanpa kekuatan tertentu. Dalam Islam mistik yang ini ialah tasawuf. Mistik magis ialah mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya untuk mencapai tujuan tertentu. Mistik magis dibagi dua macam, yaitu mistik magis putih dan mistik magis hitam. Contoh magis putih di dalam Islam seperti mukjizat, karomah ilmu hikmah. Sedangkan contoh magis hitam seperti santet, dan sejenisnya yang menginduk ke sihir. Magis hitam berasal dari luar agama.

Perbedaan mendasar ada pada segi filsafatnya. Magis putih selalu dekat dan berhubungan dan bersandar pada Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat mendukung. Hal ini berjalan sejak zaman kenabian, pada pemilik magis putih selain Nabi disebut karamah. Kekuatan supranatural pada Nabi ada juga yang ditunjukan melalui benda seperti mukjizat Nabi Musa. Dalam benda seperti itu telah terdapat kekuatan Ilahiah (Ibn Khaldun, Muqaddimah, 1986 : 690).

Magis hitam selalu dekat, bersandar dan bergantung pada kekuatan setan dan roh jahat. Menurut Ibn Khaldun (1986 : 684) mereka memiliki kekuatan di atas rata-rata manusia, kekuatan mereka itu memungkinkan mereka mampu melihat hal-hal gaib, karena adanya dukungan setan atau roh jahat tadi. Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :

Pertama, mereka yang memiliki kemampuan atau pengaruh melalui kekuatan mental atau himmah. Itu disebabkan jiwa mereka telah menyatu dengan jiwa setan atau roh jahat. Para filsuf menyebut mereka ini sebagai ahli sihir dan kekuatan mereka luar biasa.

Kedua, mereka yang melakukan pengaruh magisnya dengan menggunakan watak benda-benda atau elemen-elemen yang ada didalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada dibumi. Inilah yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan dalam bentuk benda-benda material atau rajah.

Ketiga, mereka yang mekakukan pengaruh magisnya melalui kekuatan imajinasi sehingga menimbulkan berbagai fantasi pada orang yang dipengaruhi. Kelompok ini disebut kelompok pesulap (sya’badzah).

Pendidikan Kemasyarakatan (Tarbiyah Ijtima’iiyah) dalam Al-Quran

September 12, 2017 0

Tarbiyah ijtima’iiyah ini adalah membimbing manusia agar mampu melaksanakan kehidupan sosial kemasyarakatan yang harmonis. Antara lain berupa:

1. Kepemimpinan
Allah mengajarkan kepada manusia supaya taat kepada pemimpin. Pemimpin tertinggi adalah Allah kemudian Rasul kemudian manusia, misalnya orang tua, suami, presiden, direktur, ketua, guru, pengurus dan sebagainya. Pemimpin juga dapat berarti atau instansi, seperti DPR, MPR, MA dan sebagainya, yang diserahi mengatur urusan umat. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Nisa’ ayat 59 berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan yangmempunyai urusan (ulil amri) di antara kalian, kemudian jika kalian berlawanan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnah).
Dalam ketaatan kepada pemimipin ini tidak mutlak, tetapi ada batasnya. Batas tersebut adalah aturan atau hukum Allah dan Rasulnya, dalam arti jika pemimpin tersebut bertentangan dengan aturan atau hukum Allah, maka tidak boleh ditaati. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Luqman ayat 15 berikut ini:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا 

Artinya: Dan jika keduanya (orang tua) memksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kau tidak tahu tentang itu, maka janganlah kau taati mereka.

2. Munakahat (pernikahan)
Munakahat atau pernikahan juga diajarkan oleh Allah dalam al-Qur’an, dengan tujuan untuk melestarikan kehidupan manusia dan menjaga kemuliaan dan kehormatan derajat manusia serta menyempurnakan kebahagiaan hidup manusia. Materi tersebut antara lain disebutkan di dalam QS. al-Rum ayat 21 dan QS. al-Nisa’ ayat 3 tentang pernikahan, QS. al-Baqarah ayat 133 tentang persusuan, QS. al-Nisa’ ayat 34 tentang hak dan kewajiban suami isteri, QS. al-Baqarah ayat 226 tentang sumpah ila’ (sumpah tidak mengumpuli isteri), QS. al- Baqarah ayat 227-232, 236-237 tentang perceraian dan masa ‘iddah-nya, demikian juga dengan QS. al-Thalaq ayat 4.

Kemudian QS. al-Baqarah ayat 234 dan 240 tentang cerai mati, QS. al-Nisa’ ayat 11-14 tentang pembagian harta waris yang telah diatur secara rinci oleh Allah dalam ayat tersebut, mengingat manusia sifatnya sangat mencintai harta, agar tidak terjadi persengketaan, saling menuntut sampai ke pengadilah atau bahkan saling membunuh. Hal ini tersirat dalam QS. al-Baqarah ayat 188 tentang larangan memakan harta dengan cara salah (bathil) sampai mengajukannya ke pengadilan agar mampu memiliki atau memakan harta orang lain dengan cara dosa atau menghalalkan segala cara.

3. Kesetaraan Gender
Allah yang bersifat Maha Adil, telah menciptakan segala makhluq-Nya dengan penuh keadilan juga, termasuk penciptaan lelaki dan perempuan. Antara lain dalam QS. al-Taubah ayat 71 yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang lelaki atau perempuan, berarti tergantung kemampuan dan kecakapan dalam kepemimpinannya.

Kemudian dalam QS. al-Ahzab ayat 35 juga dijelaskan tentang keadilan gender ini yaitu bahwa orang Islam lelaki dan perempuan, orang beriman lelaki dan perempuan memiliki derajat yang sama di hadapan Allah dalam pahala mereka. Demikian juga dalam QS. al-Hujurat ayat 13 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari jenis lelaki dan perempuan untuk saling mengenal. Dalam komunikasi saling mengenal ini berarti punya derajat yang sama. Dikuatkan lagi dalam pernyataan berikutnya dalam ayat ini bahwa orang yang paling mulia di hadapan Allah adalah orang yang paling bertakwa. Hal ini menunjukkan bahwa lelaki dan perempuan memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk menjadi orang yang paling bertakwa di sisi Allah.

Jika dalam pembagian waris sesuai dengan QS. al-Nisa’ ayat 11 bahwa perempuan mendapat bagian 1 : 2 dengan lelaki, ini juga cukup adil, karena Allah memberi kewajiban memberikan nafkah dalam keluarga kepada suami (QS. al-Nisa’ ayat 34), sehingga dua bagian tersebut habis untuk menafkahi keluarga, termasuk isteri juga mendapatkan hak nafkah tersebut. Sedangkan bagian isteri yang hanya satu bagian ini, tidak diberi kewajiban apapun oleh Allah kecuali untuk isteri itu sendiri atau disedekahkan untuk keluarga, itu haknya isteri (perempuan). Di samping itu, suaminya nanti juga memperoleh dua bagian dari harta waris keluarganya yang mana isteri juga ikut memiliki (harta bersama).

4. Hubungan Sosial
Allah mengajarkan juga tentang hubungan sosial di masyarakat agar kehidupan di masyarakat berjalan tenang, tenteram dan harmonis. Materi tersebut antara lain disebutkan di dalam surat QS. Ali Imran ayat 134 yang menerangkan agar manusia suka menafkahkan hartanya kepada sesama, mampu menahan marah dan memaafkan kesalahan manusia. Sedangkan QS. al-Hujurat ayat 10 menetapkan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara, larangan saling menghina, mencela, memanggil dengan julukan yang buruk, memerintahkan untuk menjauhi buruk sangka, mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjing. Dalam QS. al-‘Ashr ayat 3 dijelaskan supaya manusia saling berpesan melakukan kebenaran dan kesabaran. Sedangkan QS. al-Mu’minun ayat 8 menjelaskan tentang memelihara amanat atau tanggung jawab dan juga menepati janji.

5. Jinayat (pidana)
Di dalam jinayat ini Allah mengajarkan kepada manusia tentang hukuman terhadap pelanggaran aturan Allah yang meliputi qishash (hukuman balasan setimpal), hudud atau batasan-batasan hukuman, misalnya cambutk sebanyak 100 kali, potong tangan serta ta’zir (hukuman agar jera). Materi ini tercantum dalam QS. al-Baqarah ayat 178 tentang hukuman qishash, QS. al-Nur ayat 2 tentang hukuman bagi laki-laki dan perempuan yang melakukan perbuatan zina, QS. al-Maidah ayat 38 yang menjelaskan tentang hukuman potong tangan bagi pencuri, QS. al-Maidah ayat 33 yang menerangkan tentang hukuman bagi orang yang memerangi Allah dan Rasulnya, yaitu dibunuh atau disalib atau dipotong tangan mereka dan kaki mereka secara silang atau diasingkan dari bumi (dipenjara).

Wallahu a’lam bish-shawabi...