Dramatisasi sebagai Media Pembelajaran

November 22, 2016

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dramatisasi adalah penyesuaian cerita untuk pertunjukan sandiwara; pendramaan, hal membuat suatu peristiwa menjadi mengesankan atau mengharukan,  pembawaan atau pembacaan puisi atau prosa secara drama.[1] Jadi dramatisasi sebagai media pembelajaran merupakan suatu pembelajaran melalui pendramaan.

Dramatisasi adalah teknik pengajaran yang menggunakan ekspresi. Pada dramatisasi biasanya anak – anak sendiri yang menjadi sebagai pelaku untuk mendramatisasikan segala peristiwa atau keadaan yang berkenaan dengan pelajaran sejarah atau cerita – cerita masa lampau. Dalam dramatisasi ini para siswa aktif dalam permainan atau mereka hanya sebagai penonton dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Pengajaran melalui dramatisasi dapat dilakukan dalam bentuk pageant, pantonim, tableau, bermain – main peranan, atau sosiodrama. 

Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam pelaksanaan dramatisasi ini adalah :
  1. Mempersiapkan situasi untuk memulai drama.
  2. Menjelaskan kepada anak – anak apa yang diharapkan dari hasil dramatisasi yang dilakukan.
  3. Menugaskan untuk memegang peran tertentu kepada anak – anak.
  4. Mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan para pelaku.
  5. Pelaksanaan drama.
  6. Menilai drama tersebut secara bersama – sama antara guru dengan siswa.[2]
Kelebihan atau keuntungan dari dramatisasi dalam kegiatan belajar mengajar antara lain adalah :
  1. Menyalurkan ekspresi anak – anak kedalam kegiatan yang menyenangkan.
  2. Mendorong aktivitas, inisiatif, dan kreativitas anak.
  3. Memahami isi cerita.
  4. Membantu untuk menghilangkan perasaan malu, rendah diri, keseganan, dan kemurungan pada anak.
  5. Memupuk rasa saling membantu dan kerja sama antara satu dengan yang lainnya, juga memupuk perasaan saling mempercayai sesuai dengan kesanggupan masing – masing.[3]
Kelemahan dari dramatisasi dalam kegiatan belajar mengajar adalah :
  1. Membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang dalam pelaksanaannya, karena guru di haruskan menyusun dan membuat naskah cerita terlebih dahulu sebelum nantinya di dramatisasikan.
  2. Membutuhkan kejelian dan keseksamaan bagi guru dalam memilih dan menugaskan siswa – siswanya yang akan menjadi pelaku dalam cerita agar sesuai dengan karakter penokohan yang ada.
  3. Memerlukan waktu lebih bagi siswa dalam memahami dan mendalami karakter dan isi ceritanya.
  4. Perlu adanya menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Karena kebanyakan siswa merasa malu dan tidak percaya diri bila harus tampil di depan umum.
  5. Membutuhkan kerja sama.
[1] http://kbbi.web.id/index.php?w=dramatisasi, (diakses tanggal 20/11/2016).
[2] Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), hal.106.
[3] Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), hal.105.
loading...

Artikel Terkait

Previous
Next Post »