Perkembangan Dakwah Islam di Nusantara

November 24, 2016 0

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, teori Mekah cukup meyakinkan untuk dipilih, yaitu bahwa agama Islam sudah masuk ke wilayah Nusantara dari abad ke-1 H. ( ke-7 M). Namun saat itu perkembangannya masih belum pesat dan meluas. Pada abad-abad selanjutnya baru terjadi perkembangan lebih pesat, terutama setelah abad ke-7 H. (ke-13 M). Lebih jelasnya pada uraian berikut. 

1. Perkembangan Islam di Sumatera
Tempat mula-mula masuknya Islam di pulau Sumatera adalah Pantai Barat Sumatera. Dari sana berkembang ke daerah-daerah lainnya. Pada umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan perkembangan agama Islam bermula dari Pasai, Aceh Utara.

Orang yang menyebarkan Islam di daerah ini adalah Abdullah Arif. Ia seorang mubaligh dari Arab, dengan misi penyebarannya dengan berdakwah dan berdagang.

Dengan kesopanan dan keramahan orang Arab yang berdakwah itu, maka penduduk Pasai sangat terkesan. Akhirnya mereka menyatakan diri masuk Islam. Bahkan raja dan pemimpin negeri, setelah melihat kesopanan orang Arab yang berdakwah itupun, masuk Islam pula. Masyarakat Pasai sangat giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan anak raja sengaja diutus menuntut ilmu agama Islam ke Mekkah.Kerajaan Islam Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Serambi Mekkah”.

Setelah agama Islam berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar pula ke daerah-daerah lain yaitu ke Pariaman, Sumatera Barat. Islam datang ke Pariaman dari Pasai melalui laut Pantai Barat Pulau Sumatera. Ulama yang terkenal membawa Islam ke Pariaman itu adalah Syekh Burhanuddin.

Penyiaran agama Islam dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap, sebab adat di Sumatera Barat sangat kuat. Dengan arif dan bijaksana para mubaligh dapat memberikan pengertian pada masyarakat, dan akhirnya masyarakat Sumatera Barat dapat menerima agama Islam dengan baik. Sebagai bukti bahwa Islam diterima oleh masyarakat Sumatera Barat dengan kerelaan dan kesadaran adalah dengan istilah yang mengatakan: Adat bersendi syura’, syara’ bersendi Kitabullah. Jadi, adat istiadat yang dipegang teguh oleh masyarakat Sumatera Barat itu adalah adat yang bersendikan Islam, artinya Islam menjadi dasar adat.

Sekitar tahun 1440 agama Islam masuk ke Sumatera Selatan. Mubaligh yang paling berjasa membawa Islam ke Sumatera Selatan adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Arya Damar yang kemudian terkenal dengan nama Aryadillah (Abdillah) adalah bupati Majapahit di Palembang waktu itu. Kemudian Raden Rahmat (Sunan Ampel) memberi saran kepada Abdillah agar bersedia menyebarkan agama Islam di Sumatera Selatan. Atas rahmat dan petunjuk Allah Swt., saran Raden Rahmat tersebut dilaksanakan oleh Aryadillah, sehingga agama Islam di Sumatera Selatan berkembang dengan baik. 

2. Perkembangan Islam di Kalimantan,Maluku, dan Papua
Di pulau Kalimantan, agama Islam mula-mula masuk di Kalimantan Selatan, dengan ibukotanya Banjarmasin. Pembawa agama Islam ke Kalimantan Selatan ini adalah para pedagang bangsa Arab dan para mubaligh dari Pulau Jawa. Perkembangan agama Islam di Kalimantan Selatan itu sangat pesat dan mencapai puncaknya setelah Majapahit runtuh tahun 1478.

Daerah lainnya di Kalimantan yang dimasuki agama Islam adalah Kalimantan Barat. Islam masuk ke Kalimantan Barat mula-mula di daerah Muara Sambas dan Sukadana. Dari dua daerah inilah baru tersebar ke seluruh Kalimantan Barat. Pembawa agama Islam ke daerah Kalimantan Barat adalah para pedagang dari Johor (Malaysia), serta ulama dan mubaligh dari Palembang (Sumatera Selatan). Sultan Islam yang pertama (tahun 1591) di Kalimantan Barat berkedudukan di Sukadana, yaitu Panembahan Giri Kusuma.

Penyebaran Islam di Kalimantan Timur terutama di Kutai, dilakukan oleh Dato’ Ri Bandang dan Tuang Tunggang melalui jalur perdagangan.

Kemudian sejak abad ke-15, antara tahun 1400 sampai 1500 Islam telah masuk dan berkembang di Maluku. Pedagang yang beragama Islam dan para ulama/mubalih banyak yang datang ke Maluku sambil menyiarkan agama Islam. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Maluku adalah Ternate, Tidore, Bacau, dan Jailolo.

Raja-raja yang memerintah di daerah tersebut berasal dari satu keturunan, yang semuanya menyokong perkembangan Islam di Maluku.

Perkembangan agama Islam di papua berjalan agak lambat. Islam masuk ke Irian terutama karena pengaruh raja-raja Maluku, para pedagang yang beragama Islam dan ulama atau mubaligh dari Maluku.

Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di papua adalah Misol, Salawati, Pulau Waigeo,dan Pulau Gebi. 

3. Perkembangan Islam di Sulawesi
Pada abad ke-16 Islam telah masuk ke Sulawesi, yang dibawa oleh Dato’ Ri Bandang dari Sumatera Barat. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Sulawesi adalah Goa, sebuah kerajaan di Sulawesi Selatan.

Sebelum Islam datang ke daerah ini penduduknya menganut kepercayaan nenek moyang. Setelah Dato’ Ri Bandang berkunjung ke Sulawesi Selatan, Raja Goa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam. Kemudian atas usul Dato’ Ri Bandang, Raja Goa berganti nama dengan Sultan Alauddin. Jauh sebelum Raja Goa ini masuk Islam, para pedagang telah menyiarkan agama Islam di tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan dan banyak penduduk yang telah menganut agama Islam.

Setelah Sultan Alauddin wafat, beliau diganti oleh putranya yang bernama Sultan Hasanuddin. Dari Goa Islam terus berkembang ke daerah-daerah lainnya seperti daerah Talo dan Bone. 

4. Perkembangan Islam di Nusa Tenggara
Sebagaimana daerah-daerah lain, pada tahun 1540 agama Islam masuk pula ke Nusa Tenggara. Masuknya agama Islam Ke Nusa Tenggara dibawa oleh para mubaligh dari Bugis (Sulawesi Selatan) dan dari Jawa.

Agama Islam berkembang di Nusa Tenggara mula-mula di daerah Lombok yang penduduknya disebut Suku Sasak. Dari daerah Lombok, secara pelanpelan selanjutnya tersebar pula ke daerah-daerah Sumbawa dan Flores. 

5. Perkembangan Islam di Pulau Jawa

Agama Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira pada abad ke-11 M., yang dibawa oleh para pedagang Arab dan para mubaligh dari Pasai. Tempat yang mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu daerah-daerah pesisir utara Jawa Timur.

Tokoh terkenal yang berdakwah di Jawa Timur adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau menetap di Gresik, kemudian mendirikan pusat penyiaran agama Islam dan pusat pengajaran. Dalam majlisnya itu beliau mengkader beberapa orang murid. selanjutnya mereka menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah lain di pulau Jawa.

Di Jawa Tengah, penyiaran Agama Islam berpusat di Demak. Penyiaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh para wali yang berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali Songo (Wali Sembilan). Kemudian murid-murid Wali Songo turut pula menyiarkan agama Islam ke daerah pedalaman pulau Jawa, sehingga agama Islam berkembang dengan pesatnya.

Strategi Dakwah Islam di Nusantara

November 24, 2016 1

Dari pembahasan tentang masuknya Islam ke Nusantara, dapat dipahami bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia terjadi secara periodik, tidak sekaligus. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai strategi penyebaran Islam dan media yang dipergunakan oleh para pedagang dan mubaligh dalam penyebaran Islam di Indonesia.

Salah satu arti “strategi” yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus”. Dalam konteks dakwah Islam, strategi dakwah yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para mubaligh, yang membawa misi Islam di dalamnya.

Dari kajian di atas dan berbagai literatur, setidaknya terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan sebagai kendaraan (sarana) dalam penyebaran Islam di Indonesia, di antaranya adalah: perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.

1. Perdagangan
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan ini banyak melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India, Cina dan sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di negeri-negeri bagian Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.

Saluran Islamisasi melalui jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam aktivitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini dapat diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome’ Pires bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang ketika itu penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullahmullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin bertambah banyak. Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka menjadi penduduk muslim yang kaya raya.

Pada beberapa tempat, para penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk Islam. Keislaman mereka bukan hanya disebabkan oleh factor politik dalam negeri yang tengah goyah, tetapi terutama karena factor hubungan ekonomi dengan para pedagang ini sangat menguntungkan secara material bagi mereka, yang pada akhirnya memperkuat posisi dan kedudukan sosial mereka di masyarakat Jawa. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mereka mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat tinggal mereka.

Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai sarana atau media dakwah. Sebab, dalam Islam setiap muslim memiliki kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan tanpa paksaan. Oleh karena itu, ketika penduduk Nusantara banyak yang berinteraksi dengan para pedagang muslim, dan keterlibatan mereka semakin jauh dalam aktivitas perdagangan, banyak di antara mereka yang memeluk Islam. Karena pada saat itu, jalur-jalur strategis perdagangan internasional hampir sebagian besar dikuasai oleh para pedagang muslim. Apabila para penguasa lokal di Indonesia ingin terlibat jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka harus berperan aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering berinteraksi dengan para pedagang muslim.

2. Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status social ekonomi yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena proses pengIslaman hanya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit lainnya.

Setelah itu, mereka menjadi komunitas muslim di lingkungannya sendiri. KeIslaman mereka menempatkan diri dan keluarganya berada dalam status sosial dan ekonomi cukup tinggi. Sebab, mereka menjadi muslim Indonesia yang kaya dan berstatus sosial terhormat. Kemudian setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam.

Dalam perkembangan berikutnya, ada pula para wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan lokal. Hanya saja, anak-anak para bangsawan tersebut harus diIslamkan terlebih dahulu. Dengan demikian, mereka menjadi keluarga muslim dengan status sosial ekonomi dan posisi politik penting di masyarakat.

Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja atau anak adipati. Karena raja, adipati, atau bangsawan itu memiliki posisi penting di dalam masyarakatnya, sehingga mempercepat proses Islamisasi. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan di sini adalah, perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya dengan Puteri Campa, orangtua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak dan lain-lain.

3. Pendidikan
Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media pendidikan. Para ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa pesantren. Pada lembaga inilah, para ulama memberikan pengajaran ilmu keIslaman melalui berbagai pendekatan sampai kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan baik. Setelah mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampong halaman untuk mengembangkan agama Islam dan membuka lembaga yang sama. Dengan demikian, semakin hari lembaga pendidikan pesantren mengalami perkembangan, baik dari segi jumlah maupun mutunya.

Lembaga pendidikan Islam ini tidak membedakan status sosial dan kelas, siapa saja yang berkeinginan mempelajari atau memperdalam pengetahuan Islam, diperbolehkan memasuki lembaga pendidikan ini. Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya telah memainkan peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan kehidupan masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang kemudian tertarik memeluk Islam.

Di antara lembaga pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal Islam di Jawa, adalah pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa hingga ke Maluku. Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu, banyak yang berdatangan ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama Islam. Bahkan Sunan Giri dan para ulama lainnya pernah diundang ke Maluku untuk memberikan pelajaran agama Islam. Banyak di antara mereka yang menjadi khatib, muadzin, hakim (qadli) dalam masyarakat Maluku dengan memperoleh imbalan cengkeh.

Dengan cara-cara seperti itu, maka agama Islam terus tersebar ke seluruh penjuru Nusantara, hingga akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi muslim. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang tidak mengenal kelas menjadi media penting di dalam proses penyebaran Islam di Indonesia, bahkan kemudian diadopsi untuk pengembangan pendidikan keagamaan pada lembaga-lembaga pendidikan sejenis di Indonesia.

4. Tasawuf
Jalur lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau para sufi adalah guru-guru pengembara, dengan sukarela mereka menghayati kemiskinan, juga seringkali berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang menikahi gadis-gadis para bangsawan setempat.

Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk agama Hindu, sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima mereka. Di antara para sufi yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini terus dianut bahkan hingga kini.

5. Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui pertunjukkan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi dalam setiap pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta kepada para penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim.

Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di antara bukti yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten, dan lain sebagainya. Seni bangunan Masjid yang ada, merupakan bentuk akulturasi dari kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam, seperti bangunan candi. Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat kita saksikan hingga kini adalah Masjid Kudus dengan menaranya yang sangat terkenal itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di Indonesia yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui caracara damai dengan mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik perhatian masyarakat pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh para mubaligh, sehingga lambat laun mereka memeluk Islam.

6. Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di wilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun Indonesia bagian Timur.

Dramatisasi sebagai Media Pembelajaran

November 22, 2016 0

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dramatisasi adalah penyesuaian cerita untuk pertunjukan sandiwara; pendramaan, hal membuat suatu peristiwa menjadi mengesankan atau mengharukan,  pembawaan atau pembacaan puisi atau prosa secara drama.[1] Jadi dramatisasi sebagai media pembelajaran merupakan suatu pembelajaran melalui pendramaan.

Dramatisasi adalah teknik pengajaran yang menggunakan ekspresi. Pada dramatisasi biasanya anak – anak sendiri yang menjadi sebagai pelaku untuk mendramatisasikan segala peristiwa atau keadaan yang berkenaan dengan pelajaran sejarah atau cerita – cerita masa lampau. Dalam dramatisasi ini para siswa aktif dalam permainan atau mereka hanya sebagai penonton dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Pengajaran melalui dramatisasi dapat dilakukan dalam bentuk pageant, pantonim, tableau, bermain – main peranan, atau sosiodrama. 

Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam pelaksanaan dramatisasi ini adalah :
  1. Mempersiapkan situasi untuk memulai drama.
  2. Menjelaskan kepada anak – anak apa yang diharapkan dari hasil dramatisasi yang dilakukan.
  3. Menugaskan untuk memegang peran tertentu kepada anak – anak.
  4. Mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan para pelaku.
  5. Pelaksanaan drama.
  6. Menilai drama tersebut secara bersama – sama antara guru dengan siswa.[2]
Kelebihan atau keuntungan dari dramatisasi dalam kegiatan belajar mengajar antara lain adalah :
  1. Menyalurkan ekspresi anak – anak kedalam kegiatan yang menyenangkan.
  2. Mendorong aktivitas, inisiatif, dan kreativitas anak.
  3. Memahami isi cerita.
  4. Membantu untuk menghilangkan perasaan malu, rendah diri, keseganan, dan kemurungan pada anak.
  5. Memupuk rasa saling membantu dan kerja sama antara satu dengan yang lainnya, juga memupuk perasaan saling mempercayai sesuai dengan kesanggupan masing – masing.[3]
Kelemahan dari dramatisasi dalam kegiatan belajar mengajar adalah :
  1. Membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang dalam pelaksanaannya, karena guru di haruskan menyusun dan membuat naskah cerita terlebih dahulu sebelum nantinya di dramatisasikan.
  2. Membutuhkan kejelian dan keseksamaan bagi guru dalam memilih dan menugaskan siswa – siswanya yang akan menjadi pelaku dalam cerita agar sesuai dengan karakter penokohan yang ada.
  3. Memerlukan waktu lebih bagi siswa dalam memahami dan mendalami karakter dan isi ceritanya.
  4. Perlu adanya menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Karena kebanyakan siswa merasa malu dan tidak percaya diri bila harus tampil di depan umum.
  5. Membutuhkan kerja sama.
[1] http://kbbi.web.id/index.php?w=dramatisasi, (diakses tanggal 20/11/2016).
[2] Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), hal.106.
[3] Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), hal.105.

Cara Membuat Link Terbuka di Window/Tab Baru

November 13, 2016 0

Membuat link terbuka di window/tab baru adalah hal penting, yaitu agar visitor tetap memiliki akses terhadap page referral di mana dia menemukan link baru untuk di-klik. Selain itu, bagi pemilik blog/website hal ini juga menguntungkan karena visitor tidak segera meninggalkan halaman blog/website karena adanya window baru yang harus dibuka.

Selain itu, posting artikel yang tengah dibaca oleh visitor juga tidak menghilang tergantikan oleh halaman baru dari link yg di-klik oleh visitor. Visitor tetap dapat membaca artikel hingga selesai sambil melihat referensi link yg terdapat di dalam posting.

Berikut tag yang digunakan:

Kode target="_blank" adalah perintah kepada browser untuk membuka link di window baru. Dalam beberapa bentuk lain, ada juga yang menggunakan kode target="blank"atau target='_blank', dan semuanya bekerja alias efeknya sama.

Dasar tag sebagai perintah untuk membuka window baru dari sebuah link adalah target dan target="_self" adalah perintah  dasar untuk membuka link di window yang sama. Secara default, halaman-halaman web biasanya telah memiliki perintah ini secara otomatis, sehingga tidak perlu ditambahkan lagi. Kode ini secara khusus digunakan untuk halaman yang memiliki frame-frame.

Jika link di dalam konten/posting anda banyak dan anda ingin agar window/tab baru yang dibuka oleh pengunjung tidak terlalu banyak, anda dapat memberikan kode perintah target="output" di dalam link-link agar terbuka di window baru yang sama (remote window).

Untuk membuat semua link yang ada di dalam blog/website terbuka di window baru secara otomatis, sisipkan kode <base target='_blank'/> atau <base target="_blank"> diantara <head> dan </head> di dalam template HTML. Ganti _blank dengan output jika ingin semua link di blog/website terbuka di window baru yang sama.

Contoh Compound Sentences dan Artinya Menggunakan Penghubung FANBOYS

November 06, 2016 0

1. The black dog has won many prizes, but he doesn’t know many tricks.
Anjing hitam itu telah memenangkan banyak penghargaan, tapi iia tidak tahu banyak trik.

2. She saw a cat run in front of her, so she fell down while roller-skating.
Dia melihat kucing berjalan di depannya, sehingga ia jatuh sementara ketika bermain roller-skating.

3. There was a meteor shower in space, but the crew did not know how to avoid
the meteors.
Ada hujan meteor di ruang angkasa, tapi para awak tidak tahu bagaimana untuk menghindari
meteor tersebut.

4. I wanted to buy a new house, so I started to save my money.
Saya ingin membeli rumah baru, jadi saya mulai menyimpan uang saya.

5. Gillian did not like to read, for she was not very good at it.
Gillian tidak suka membaca, karena ia tidak begitu pintar dalam hal itu.

6. Pam liked Wayne, and Leena also liked Wayne.
Pam menyukai Wayne, dan Leena juga menyukai Wayne.

7. The little boy did not like to go to school, yet he went anyway.
Anak kecil tidak suka pergi ke sekolah, namun ia tetap pergi.

8. You could cry like a baby, or you can clean your room like a man.
Kamu bisa menangis seperti bayi, atau kmamu dapat membersihkan kamarmu seperti seorang laki-laki.

9. She didn’t want to play with Jill, and she didn’t want to play with Tim.
Dia tidak ingin bermain dengan Jill, dan dia tidak ingin bermain dengan Tim.

10. Arleen’s could not play with that boy, nor could she play with that other boy.
Arleen tak bisa bermain dengan anak itu, juga tidak bisa bermain dengan anak lainnya.

11. Let’s go to the swimming pool, for it’s hot inside the house.
Mari kita pergi ke kolam renang, karena hawanya panas di dalam rumah.

12. I don’t want to eat, and I don’t want to drink.
Saya tidak mau makan, dan saya juga tidak ingin minum.

13. I don’t want to practice playing the violin, yet I don’t want to disobey my mother.
Saya tidak ingin berlatih bermain biola, namun saya tidak ingin tidak mematuhi ibuku.

14. I want to own my own company, and I want to pay all my workers a lot of money.
Saya ingin memiliki perusahaan saya sendiri, dan saya ingin membayar semua pekerja saya dengan gaji tinggi.

15. I need to go to the store, but I’m feeling too sick to drive.
Saya harus pergi ke toko, tapi saya merasa masih terlalu lemah untuk mengemudi.

16. Rabbits make good pets, for they don’t make too much noise and they are clean.
Kelinci bisa menjadi hewan peliharaan yang baik, karena tidak membuat kegaduhan dan kelinci itu bersih.

17. I want to go to the circus, and I want to ride a pony.
Saya ingin pergi ke sirkus, dan saya ingin naik kuda poni.

18. I didn’t do my homework, so my parents punished me.
Saya tidak mengerjakan tugas rumah saya, maka orang tua menghukum saya

19. I have never visited Asia, nor have I visited Africa.
Saya belum pernah mengunjungi Asia, juga belom mengunjungi Afrika.

20. You can make a big poster, or you can make a little clay statue.
Kamu dapat membuat poster yang besar, atau kamu bisa membuat sebuah patung tanah liat yang berukuran kecil.

Kritik: Anjuran Adzan Di Telinga Bayi

November 06, 2016 0


Adakah tuntunan mengadzankan bayi ketika lahir?

Kebanyakan buku atau kitab yang menjelaskan hal-hal yang mesti dilakukan ketika menyambut sang buah hati adalah amalan satu ini yaitu adzan dan iqomah di telinga bayi yang baru lahir. Bahkan bukan penulis-penulis kecil saja, ulama-ulama hebat pun menganjurkan hal ini sebagaimana yang akan kami paparkan. Namun, tentu saja dalam permasalahan ini yang jadi pegangan dalam beragama adalah bukan perkataan si A atau si B. Yang seharusnya yang jadi rujukan setiap muslim adalah Al Qur’an dan hadits yang shohih.Boleh kita berpegang dengan pendapat salah satu ulama, namun jika bertentangan dengan Al Qur’an atau menggunakan hadits yang lemah, maka pendapat mereka tidaklah layak kita ikuti. Itulah yang akan kami tinjau pada pembahasan kali ini. Apakah benar adzan atau iqomah pada bayi yang baru lahir disyari’atkan (disunnahkan)?

Kami akan berusaha meninjau dari pendapat para Imam Madzhab, lalu kami akan tinjau dalil yang mereka gunakan. Agar tidak berpanjang lebar dalam muqodimah, silakan simak pembahasan berikut ini.

Pendapat Para Ulama Madzhab

Para ulama Hambali hanya menyebutkan permasalahan adzan di telinga bayi saja.

Para ulama Hanafiyah menukil perkataan Imam Asy Syafi’i dan mereka tidak menganggap mustahil perkataannya (maksudnya: tidak menolak perkataan Imam Asy Syafi’i yang menganjurkan adzan di telinga bayi).

Imam Malik memiliki pendapat yang berbeda yaitu beliau membenci perbuatan ini, bahkan menggolongkannya sebagai perkara yang tidak ada tuntunannya.

Sebagian ulama Malikiyah menukil perkataan para ulama Syafi’iyah yang mengatakan bahwa tidak mengapa mengamalkan hal ini. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/779, pada Bab Adzan, Wizarotul Awqof Kuwaitiyyah, Asy Syamilah)

Ulama lain yang menganjurkan hal ini adalah Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dan Ibnul Qoyyim dalam Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud.

Inilah pendapat para ulama madzhab dan ulama lainnya. Intinya, ada perselisihan dalam masalah ini. Lalu manakah pendapat yang kuat?

Tentu saja kita harus kembalikan pada dalil yaitu perkataan Allah dan Rasul-Nya.
Itulah sikap seorang muslim yang benar. Dia selalu mengembalikan suatu perselisihan yang ada kepada Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana hal ini diperintahkan dalam firman Allah,

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali.” (QS. Asy-Syuura: 10)

Ahli tafsir terkemuka, Ibnu Katsir rahimahullah, mengatakan, “Maksudnya adalah (perkara) apa saja yang diperselisihkan dan ini mencakup segala macam perkara, maka putusannya (dikembalikan) pada Allah yang merupakan hakim dalam perselisihan ini. (Di mana perselisihan ini) diputuskan dengan kitab-Nya dan Sunnah (petunjuk) Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala pada ayat yang lain:

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya).” (Qs. An Nisa’ [4]: 59). Yang (memutuskan demikian) adalah Rabb kita yaitu hakim dalam segala perkara. Kepada-Nya lah kita bertawakkal dan kepada-Nya lah kita mengembalikan segala urusan. –Demikianlah perkataan beliau rahimahullah dengan sedikit perubahan redaksi-.

 

Dalil Para Ulama yang Menganjurkan

Hadits pertama:

Dari ‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), beliau berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ

Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

Hadits kedua:

Dari Al Husain bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

“Setiap bayi yang baru lahir, lalu diadzankan di telinga kanan dan dikumandangkan iqomah di telinga kiri, maka ummu shibyan tidak akan membahayakannya.” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Ibnu Sunny dalam Al Yaum wal Lailah). Ummu shibyan adalah jin (perempuan).

Hadits ketiga:

Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan:

أذن في أذن الحسن بن علي يوم ولد ، فأذن في أذنه اليمنى ، وأقام في أذنه اليسرى

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan di telinga al-Hasan bin ‘Ali pada hari beliau dilahirkan maka beliau adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

Untuk memutuskan apakah mengumandangkan adzan di telinga bayi termasuk anjuran atau tidak, kita harus menilai keshohihan hadits-hadits di atas terlebih dahulu. 

Penilaian Pakar Hadits Mengenai Hadits-Hadits di Atas

Penilaian hadits pertama:

Para perowi hadits pertama ada enam:

مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِى عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ

yaitu: Musaddad, Yahya, Sufyan, ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, ‘Ubaidullah bin Abi Rofi’, dan Abu Rofi’.

Dalam hadits pertama ini, perowi yang jadi masalah adalah ‘Ashim bin Ubaidillah.
Ibnu Hajar menilai ‘Ashim dho’if (lemah). Begitu pula Adz Dzahabi mengatakan bahwa Ibnu Ma’in mengatakan ‘Ashim dho’if (lemah). Al Bukhari dan selainnya mengatakan bahwa ‘Ashim adalah munkarul hadits (sering membawa hadits munkar).

Dari sini nampak dari sisi sanad terdapat rawi yang lemah sehingga secara sanad, hadits ini sanadnya lemah.

Ringkasnya, hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if).

Kemudian beberapa ulama menghasankan hadits ini seperti At-Tirmidzi. Beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan. Kemungkinan beliau mengangkat hadits ini ke derajat hasan karena ada beberapa riwayat yang semakna yang mungkin bisa dijadikan penguat. Mari kita lihat hadits kedua dan ketiga.

Penilaian hadits kedua:

Para perowi hadits kedua ada lima:

حدثنا جبارة ، حدثنا يحيى بن العلاء ، عن مروان بن سالم ، عن طلحة بن عبيد الله ، عن حسين

yaitu: Jubaaroh, Yahya bin Al ‘Alaa’, Marwan bin Salim, Tholhah bin ‘Ubaidillah, dan Husain.
Jubaaroh dinilai oleh Ibnu Hajar dan Adz Dzahabi dho’if (lemah).

Yahya bin Al ‘Alaa’ dinilai oleh Ibnu Hajar orang yang dituduh dusta dan Adz Dzahabi menilainya matruk (hadits yang diriwayatkannya ditinggalkan).

Marwan bin Salim dinilai oleh Ibnu Hajar matruk (harus ditinggalkan), dituduh lembek dan juga dituduh dusta.

Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 321 menilai bahwa Yahya bin Al ‘Alaa’ dan Marwan bin Salim adalah dua orang yang sering memalsukan hadits.

Dari sini sudah dapat dilihat bahwa hadits kedua ini tidak dapat menguatkan hadits pertama karena syarat hadits penguat adalah cuma sekedar lemah saja, tidak boleh ada perowi yang dusta. Jadi, hadits kedua ini tidak bisa mengangkat derajat hadits pertama yang dho’if (lemah) menjadi hasan.

Penilaian hadits ketiga:

Para perowi hadits ketiga ada delapan:

وأخبرنا علي بن أحمد بن عبدان ، أخبرنا أحمد بن عبيد الصفار ، حدثنا محمد بن يونس ، حدثنا الحسن بن عمرو بن سيف السدوسي ، حدثنا القاسم بن مطيب ، عن منصور ابن صفية ، عن أبي معبد ، عن ابن عباس

yaitu: Ali bin Ahmad bin ‘Abdan, Ahmad bin ‘Ubaid Ash Shofar, Muhammad bin Yunus, Al Hasan bin Amru bin Saif As Sadusi, dan Qosim bin Muthoyyib, Manshur bin Shofiyah, Abu Ma’bad, dan Ibnu Abbas.

Al Baihaqi sendiri dalam Syu’abul Iman menilai hadits ini dho’if (lemah). Namun, apakah hadits ini bisa jadi penguat hadits pertama tadi? Kita harus melihat perowinya lagi.

Perowi yang menjadi masalah dalam hadits ini adalah Al Hasan bin Amru.

Al Hafidz berkata dalam Tahdzib At Tahdzib no. 538 mengatakan bahwa Bukhari berkata Al Hasan itu kadzdzab (pendusta) dan Ar Razi berkata Al Hasan itu matruk (harus ditinggalkan). Sehingga Al Hafidz berkesimpulan bahwa Al Hasan ini matruk (Taqrib At Tahdzib no. 1269).

Kalau ada satu perowi yang matruk (yang harus ditingalkan) maka tidak ada pengaruhnya kualitas perowi lainnya sehingga hadits ini tidak bisa dijadikan penguat bagi hadits pertama tadi.
Ringkasnya, hadits kedua dan ketiga adalah hadits maudhu’ (palsu) atau mendekati maudhu’.

Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa hadits pertama tadi memang memiliki beberapa penguat, tetapi sayangnya penguat-penguat tersebut tidak bisa mengangkatnya dari dho’if (lemah) menjadi hasan. Maka pernyataan sebagian ulama yang mengatakan bahwa hadits ini hasan adalah suatu kekeliruan. Syaikh Al Albani juga pada awalnya menilai hadits tentang adzan di telinga bayi adalah hadits yang hasan. Namun, akhirnya beliau meralat pendapat beliau ini sebagaimana beliau katakan dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 321. Jadi kesimpulannya, hadits yang membicarakan tentang adzan di telinga bayi adalah hadits yang lemah sehingga tidak bisa diamalkan.
Seorang ahli hadits Mesir masa kini yaitu Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini hafizhohullah mengatakan, “Hadits yang menjelaskan adzan di telinga bayi adalah hadits yang lemah. Sedangkan suatu amalan secara sepakat tidak bisa ditetapkan dengan hadits lemah. Saya telah berusaha mencari dan membahas hadits ini, namun belum juga mendapatkan penguatnya (menjadi hasan).” (Al Insyirah fi Adabin Nikah, hal. 96, dinukil dari Hadiah Terindah untuk Si Buah Hati, Ustadz Abu Ubaidah, hal. 22-23)

Penutup

Dalam penutup kali ini, kami ingin menyampaikan bahwa memang dalam masalah adzan di telinga bayi terdapat khilaf (perselisihan pendapat). Sebagian ulama menyatakan dianjurkan dan sebagiannya lagi mengatakan bahwa amalan ini tidak ada tuntunannya. Dan setelah membahas penilaian hadits-hadits tentang dianjurkannya adzan di telinga bayi di atas terlihat bahwa semua hadits yang ada adalah hadits yang lemah bahkan maudhu’ (palsu). Kesimpulannya, hadits adzan di telinga bayi tidak bisa diamalkan sehingga amalan tersebut tidak dianjurkan.

Jika ada yang mengatakan, “Kami ikut pendapat ulama yang membolehkan amalan ini.” Cukup kami sanggah, “Ingatlah saudaraku, di antara pendapat-pendapat yang ada pasti hanya satu yang benar. Coba engkau memperhatikan perkataan para salaf berikut ini.

Ibnul Qosim mengatakan bahwa beliau mendengar Malik dan Al Laits berkata tentang masalah perbedaan pendapat di antara sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah tepat perkataan orang-orang yang mengatakan bahwa khilaf (perbedaan pendapat) boleh-boleh saja (ada kelapangan). Tidaklah seperti anggapan mereka. Di antara pendapat-pendapat tadi pasti ada yang keliru dan ada benar.”

Begitu pula Asyhab mengatakan bahwa Imam Malik ditanya mengenai orang yang mengambil hadits dari seorang yang terpercaya dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau ditanya, “Apakah engkau menganggap boleh-boleh saja ada perbedaan pendapat (dalam masalah ijtihadiyah, pen)?”

Imam Malik lantas menjawab, “Tidak demikian. Demi Allah, yang diterima hanyalah pendapat yang benar. Pendapat yang benar hanyalah satu (dari berbagai pendapat ijtihad yang ada). Apakah mungkin ada dua pendapat yang saling bertentangan dikatakan semuanya benar [?] Tidak ada pendapat yang benar melainkan satu saja.” (Dinukil dari Shohih Fiqh Sunnah, 1/64)”

Demikian suadaraku, penjelasan mengenai adzan di telinga bayi. Semoga dengan penjelasan pada posting kali ini, kaum muslimin mengetahui kekeliruan yang telah berlangsung lama di tengah-tengah mereka dan semoga mereka merujuk pada kebenaran. Semoga tulisan ini dapat memperbaiki kondisi kaum muslimin saat ini.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumman fa’ana bimaa ‘allamtana, wa ‘alimna maa yanfa’una wa zidnaa ‘ilmaa. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Keterangan:

Hadits shohih adalah hadist yang memenuhi syarat: semua periwayat dalam hadits tersebut adalah adil (baik agamanya), dhobith (kuat hafalannya), sanadnya bersambung, tidak menyelisihi riwayat yang lebih kuat, dan tidak ada illah (cacat).

Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi syarat shohih di atas, namun ada kekurangan dari sisi dhobith (kuatnya hafalan).

Hadits dho’if (lemah) adalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih seperti sanadnya terputus, menyelisihi riwayat yang lebih kuat (lebih shohih) dan memiliki illah (cacat).

Hadits maudhu’ (palsu) adalah hadits yang salah satu perowinya dinilai kadzdzib (pendusta) yakni berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits matruk (yang harus ditinggalkan) adalah hadits yang salah satu perowinya dituduh kadzib (berdusta).

***
Panggang, Gunung Kidul, 28 Muharram 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id, dipublish ulang oleh Fiqih17.com