Pendidikan Kemasyarakatan (Tarbiyah Ijtima’iiyah) dalam Al-Quran

September 12, 2017

Tarbiyah ijtima’iiyah ini adalah membimbing manusia agar mampu melaksanakan kehidupan sosial kemasyarakatan yang harmonis. Antara lain berupa:

1. Kepemimpinan
Allah mengajarkan kepada manusia supaya taat kepada pemimpin. Pemimpin tertinggi adalah Allah kemudian Rasul kemudian manusia, misalnya orang tua, suami, presiden, direktur, ketua, guru, pengurus dan sebagainya. Pemimpin juga dapat berarti atau instansi, seperti DPR, MPR, MA dan sebagainya, yang diserahi mengatur urusan umat. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Nisa’ ayat 59 berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan yangmempunyai urusan (ulil amri) di antara kalian, kemudian jika kalian berlawanan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnah).
Dalam ketaatan kepada pemimipin ini tidak mutlak, tetapi ada batasnya. Batas tersebut adalah aturan atau hukum Allah dan Rasulnya, dalam arti jika pemimpin tersebut bertentangan dengan aturan atau hukum Allah, maka tidak boleh ditaati. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Luqman ayat 15 berikut ini:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا 

Artinya: Dan jika keduanya (orang tua) memksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kau tidak tahu tentang itu, maka janganlah kau taati mereka.

2. Munakahat (pernikahan)
Munakahat atau pernikahan juga diajarkan oleh Allah dalam al-Qur’an, dengan tujuan untuk melestarikan kehidupan manusia dan menjaga kemuliaan dan kehormatan derajat manusia serta menyempurnakan kebahagiaan hidup manusia. Materi tersebut antara lain disebutkan di dalam QS. al-Rum ayat 21 dan QS. al-Nisa’ ayat 3 tentang pernikahan, QS. al-Baqarah ayat 133 tentang persusuan, QS. al-Nisa’ ayat 34 tentang hak dan kewajiban suami isteri, QS. al-Baqarah ayat 226 tentang sumpah ila’ (sumpah tidak mengumpuli isteri), QS. al- Baqarah ayat 227-232, 236-237 tentang perceraian dan masa ‘iddah-nya, demikian juga dengan QS. al-Thalaq ayat 4.

Kemudian QS. al-Baqarah ayat 234 dan 240 tentang cerai mati, QS. al-Nisa’ ayat 11-14 tentang pembagian harta waris yang telah diatur secara rinci oleh Allah dalam ayat tersebut, mengingat manusia sifatnya sangat mencintai harta, agar tidak terjadi persengketaan, saling menuntut sampai ke pengadilah atau bahkan saling membunuh. Hal ini tersirat dalam QS. al-Baqarah ayat 188 tentang larangan memakan harta dengan cara salah (bathil) sampai mengajukannya ke pengadilan agar mampu memiliki atau memakan harta orang lain dengan cara dosa atau menghalalkan segala cara.

3. Kesetaraan Gender
Allah yang bersifat Maha Adil, telah menciptakan segala makhluq-Nya dengan penuh keadilan juga, termasuk penciptaan lelaki dan perempuan. Antara lain dalam QS. al-Taubah ayat 71 yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang lelaki atau perempuan, berarti tergantung kemampuan dan kecakapan dalam kepemimpinannya.

Kemudian dalam QS. al-Ahzab ayat 35 juga dijelaskan tentang keadilan gender ini yaitu bahwa orang Islam lelaki dan perempuan, orang beriman lelaki dan perempuan memiliki derajat yang sama di hadapan Allah dalam pahala mereka. Demikian juga dalam QS. al-Hujurat ayat 13 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari jenis lelaki dan perempuan untuk saling mengenal. Dalam komunikasi saling mengenal ini berarti punya derajat yang sama. Dikuatkan lagi dalam pernyataan berikutnya dalam ayat ini bahwa orang yang paling mulia di hadapan Allah adalah orang yang paling bertakwa. Hal ini menunjukkan bahwa lelaki dan perempuan memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk menjadi orang yang paling bertakwa di sisi Allah.

Jika dalam pembagian waris sesuai dengan QS. al-Nisa’ ayat 11 bahwa perempuan mendapat bagian 1 : 2 dengan lelaki, ini juga cukup adil, karena Allah memberi kewajiban memberikan nafkah dalam keluarga kepada suami (QS. al-Nisa’ ayat 34), sehingga dua bagian tersebut habis untuk menafkahi keluarga, termasuk isteri juga mendapatkan hak nafkah tersebut. Sedangkan bagian isteri yang hanya satu bagian ini, tidak diberi kewajiban apapun oleh Allah kecuali untuk isteri itu sendiri atau disedekahkan untuk keluarga, itu haknya isteri (perempuan). Di samping itu, suaminya nanti juga memperoleh dua bagian dari harta waris keluarganya yang mana isteri juga ikut memiliki (harta bersama).

4. Hubungan Sosial
Allah mengajarkan juga tentang hubungan sosial di masyarakat agar kehidupan di masyarakat berjalan tenang, tenteram dan harmonis. Materi tersebut antara lain disebutkan di dalam surat QS. Ali Imran ayat 134 yang menerangkan agar manusia suka menafkahkan hartanya kepada sesama, mampu menahan marah dan memaafkan kesalahan manusia. Sedangkan QS. al-Hujurat ayat 10 menetapkan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara, larangan saling menghina, mencela, memanggil dengan julukan yang buruk, memerintahkan untuk menjauhi buruk sangka, mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjing. Dalam QS. al-‘Ashr ayat 3 dijelaskan supaya manusia saling berpesan melakukan kebenaran dan kesabaran. Sedangkan QS. al-Mu’minun ayat 8 menjelaskan tentang memelihara amanat atau tanggung jawab dan juga menepati janji.

5. Jinayat (pidana)
Di dalam jinayat ini Allah mengajarkan kepada manusia tentang hukuman terhadap pelanggaran aturan Allah yang meliputi qishash (hukuman balasan setimpal), hudud atau batasan-batasan hukuman, misalnya cambutk sebanyak 100 kali, potong tangan serta ta’zir (hukuman agar jera). Materi ini tercantum dalam QS. al-Baqarah ayat 178 tentang hukuman qishash, QS. al-Nur ayat 2 tentang hukuman bagi laki-laki dan perempuan yang melakukan perbuatan zina, QS. al-Maidah ayat 38 yang menjelaskan tentang hukuman potong tangan bagi pencuri, QS. al-Maidah ayat 33 yang menerangkan tentang hukuman bagi orang yang memerangi Allah dan Rasulnya, yaitu dibunuh atau disalib atau dipotong tangan mereka dan kaki mereka secara silang atau diasingkan dari bumi (dipenjara).

Wallahu a’lam bish-shawabi...
loading...

Artikel Terkait

Previous
Next Post »