Mewujudkan Mimpi

Januari 10, 2016

Jika kamu memiliki daftar keinginan, percayalah, daftar itu hanya akan menjadi catatan belaka, ketika hatimu tidak memutuskan untuk segera bergerak alias beraksi. No action, no results begitu kira-kira hukumnya.

Jadi, tidak berlebihan jika ada pepatah tua mengatakan, “Action speaks louder than words” (Tindakan lebih dahsyat daripada kata-kata).

Dan, dalam Islam kita kenal istilah amanu wa ‘amilush sholihah. Artinya, Muslim itu tak cukup dikatakan beriman jika amalnya tidak merepresentasikannya.

Jamil Azzaini dalam tulisannya berjudul ”Take Action” menulis, “Satu aksi yang kita lakukan itu jauh lebih baik dibandingkan dengan seribu diskusi tanpa aksi. Satu aksi pertama atau take action akan mengundang berbagai kebaikan datang. Sesuatu yang semula jauh akan datang mendekat. Sesuatu yang pada awalnya tidak terlihat tiba-tiba muncul dan tampak sangat jelas di depan mata.”

Hebatnya, Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya tidak menilai manusia berdasarkan pada hasil, tetapi kemauannya beraksi atau bekerja.
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Taubah [9] : 105)

Artinya, Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa beramal alias beraksi. Karena tanpa aksi, semua ide yang bermanfaatpun hanya akan jadi teori bahkan ilusi. Nah, inilah saatnya kita berpikir untuk bagaimana dengan sesegera mungkin mengamalkan apa saja yang semestinya kita lakukan sebagai washilah meraih kesuksesan.

Akan tetapi, agar aksi yang kita lakukan dalam upaya mewujudkan impian bisa bertahan hingga batas akhirnya, maka diperlukan cara-cara yang tepat. Dan, dua di antaranya akan kita bahas bersama.

Pertama, persistence (ketekunan). Para ahli kepribadian berkesimpulan bahwa, beda orang sukses dengan tidak sukses hanya ada pada kemampuannya untuk consistent and persistent action.

Orang-orang yang berhasil adalah mereka yang memiliki kemauan tinggi dalam beraksi, mau melakukan kerja nyata secara terus menerus dan konsisten. Sedangkan mereka yang tidak sukses adalah orang yang menyerah atau putus asa.

Dalam bahasa Darmadi Darmawangsa, “Persistence adalah kemampuan untuk terus menjaga momentum dari tindakan awal tanpa dipengaruhi oleh perasaan emosional kita, bahkan kegigihan dapat mengalahkan perasaan ingin menyerah.”

Pantas jika ada kata bijak mengatakan bahwa semua orang bisa sukses dengan ilmu, bakat dan keterampilan. Tetapi, semua itu tidak akan pernah bisa melampaui catatan hebat mereka yang memiliki ketekunan tingkat tinggi.

Dan, seorang Muslim sudah semestinya memiliki ketekunan tingkat tinggi, terutama pada apa yang menjadi passion dalam hidupnya yang nota bene bisa mengangkat harkat dan derajat diri dan keluarga serta umat Islam sekaligus.

Persistence (ketekunan) tingkat tinggi ini bisa kita lihat dari bagaimana perjuangan Imam Syafi’I dalam belajar. Tidak memiliki buku, pena dan alat-alat standar yang dibutuhkan dalam menuntut ilmu. Beliau tidak patah arang.

Beliau tetap menimba ilmu meski harus telaten menulis di atas tulang-tulang dan pelepah daun kurma. Hasilnya, wow banget, beliau tampil sebagai sosok ulama yang karya-karyanya tetap bermanfaat hingga kini bahkan sampai akhir zaman. Jadi, milikilah ketekunan dalam amal, meski itu amalan yang kita anggap kecil.

Kedua, komitmen. Kata ini mungkin sangat sering kita dengar. Namun, benarkah kita telah benar-benar memahami dan mengamalkannya?
Secara sederhana, komitmen dapat diartikan sebagai kemauan untuk melakukan apa saja untuk mencapai tujuan. Andaikata ada 20 kesulitan yang menghadang untuk tercapainya suatu tujuan, orang yang punya komitmen akan berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan itu.

Seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi Wasallam kala diminta pembesar Quraisy menghentikan dakwahnya. “Sekiranya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, demi Allah aku tidak akan meninggalkan risalah ini sampai aku menang atau binasa karenanya.”

Komitmen tersebut menjadi mesin penggerak luar biasa dalam hari-hari Nabi Muhammad dalam menjalankan misi dakwah. Bahkan, ketika Islam telah menjadi peradaban di Madinah, beliau juga tidak berhenti. Para pembesar di zaman itu pun beliau ajak untuk masuk Islam, yaitu Romawi dan Persia. Dan, apa yang terjadi, misi dakwah terwujud hingga kini. Islam hadir di seluruh pelosok negeri. Itulah komitmen.

Oleh karena itu, jika kita memiliki impian atau bahkan daftar impian, maka segeralah mengambil keputusan untuk mewujudkannya. Setelah itu, bangunlah ketekunan dan komitmen. Insya Allah kita akan tergolong hamba-Nya yang beramal yang tentu akan sangat membantu kita lebih baik, termasuk kala kelak menghadap Allah Ta’ala di hari kiamat.

So, yuk take action sekarang juga! Wallahu a’lam.
loading...

Artikel Terkait

Previous
Next Post »